Terdengar suara deru motor ke arah
toko. Dilihat dari motor gedenya, cowok yang menunggangnya pasti tajir dan
keren. Tapi setelah helmnya dibuka, sepertinya kata “keren” kurang tepat.
“Mbak, beliin apa aja deh,
pokoknya yang pas goceng,” kata Tommy pada Mbak-nya.
“Beliin apa?”
Tommy melihat ke arah pintu toko. Ternyata
pemilik motor gede itu adalah kapten tim lawan yang tadi marah karena disembur
Tommy. Ia berjalan memasuki toko.
“Beliin apa, Aak Tommy?” Mbak itu
mulai kesal karena gantian dicuekin.
“Nggak usah banyak nanya deh,
Mbak. Apa aja, pokoknya pas goceng,” kata Tommy mulai cemas kalau dia
tertangkap dan mendapat bogem mentah. “Cepetan, Mbak.”
Mbak-nya memasukkan beberapa
barang ke kantong plastik dan memberinya ke Tommy. Tommy membayarnya dengan
uang goceng leceknya.
“Makasih, Mbak!” kata Tommy
buru-buru keluar dari toko itu.
Tapi karena Tommy tak
melihat-lihat sewaktu berjalan, ia justru menabrak kapten tim itu.
“Eh, lo lagi! Beruntung banget gue
bisa ketemu di sini. Mau lari ke mana lo sekarang?” Kapten tim itu kembali
menyiapkan pukulannya.
“Ciee… Bambang ngikutin gue, ya?
Apa jangan-jangan, mau beli bando?” ledek Tommy.
Kapten tim itu sudah hendak
memberi Tommy bogem mentahnya, tapi Tommy menghindar dan kabur lewat sela-sela
di antara kedua kaki kapten tim itu. Badan Tommy kan kecil, jadinya muat.
Setelah itu, dia kabur lagi dengan mengayuh sepedanya sekuat tenaga.
Sesampainya di rumah, badan Tommy
sudah basah oleh keringat. Ia capai, menuju ke kamarnya lalu tiduran terlentang
di atas kasurnya yang empuk. Di tangannya masih terbawa kantong plastik berisi
hadiah untuk Surdi.
“Oh iya, tadi dibeliin hadiah apa
ya sama Mbak-nya?” Tommy memeriksa isi kantong plastik itu, tapi yang ia
temukan adalah selembar kertas asturo dan kain flanel. “Hmm... hadiah apa yang
bisa gue buat dari bahan kayak gini ya?” Tommy berpikir.
***
Pukul sebelas malam. Tiga orang
cowok berjaket sedang bersepeda bersama. Gila, apa maksud mereka bersepeda pada
jam segini? Ternyata mereka adalah Tofan, Erwin, dan Tommy. Mereka hendak pergi
ke rumah Surdi untuk merayakan hari ulangtahun sahabat mereka tengah malam
nanti. Untung mereka dibolehkan pergi oleh orangtua mereka, kecuali Tommy yang
memang kabur sebentar tanpa izin soalnya orangtuanya galak. Alasan mereka naik
sepeda itu agar tidak membuat bising dan mengganggu lingkungan sekitar.
Sesampainya di dekat rumah Surdi,
Tofan memberi aba-aba agar semua berhenti. Kemudian ia turun dan menjelaskan
rencananya pada Tommy dan Erwin.
“Misi kita kali ini, kita harus
bisa masuk rumah Surdi dan beri dia kejutan ulangtahun tepat jam 12 malam,”
jelas Tofan.
“Tetapi bagaimana caranya?
Bukankah pintunya dikunci semua?” tanya Erwin yang memang terobsesi mengucapkan
bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
“Kita pura-pura jadi maling gitu?
Apa jadi maling beneran?” sahut Tommy seenaknya.
“Gue kan udah bawa peralatannya,
Gan,” Tofan tersenyum penuh arti. Erwin ikut tersenyum menahan tawa.
“Wah, perasaan gue nggak enak,”
gumam Tommy.
“Kalian tahu kan kalau Surdi biar
pun gayanya sok-sokan kayak gitu paling takut sama hantu? Nah, rencana gue
kayak begini…” Tofan berbisik-bisik pada kedua sahabatnya.
Tak lama kemudian, Tommy
menghilang, digantikan oleh sosok anak kecil putih seputih bedak yang hanya
memakai celana boxer.
“Brrr… Dingiiin. Kenapa gue yang
harus jadi tuyul, sih?” Tommy jengkel menutupi tubuhnya dengan tangan.
“Emang lo sendiri yang cocok, kan?
Badan lo kan kecil,” sahut Tofan.
Ternyata sosok anak kecil itu
adalah Tommy dan warna putih di tubuhnya memang berasal dari bedak yang Tofan
siapkan dari rumah. Ia menyimpan bedak dan kado teman-temannya di tas
punggungnya yang extra large. Pakaian dan jaket Tommy pun ia masukkan ke dalam
tasnya.
Erwin melihat jam di ponselnya.
Pukul setengah 12. Ia lalu bertanya pada Tofan. “Apa kamu yakin kalau Surdi
masih bangun tengah malam begini?”
“Yakin. Hari ini kan ada konser
musik yang tayang sampai tengah malam di tivi. Mana mungkin Surdi ngelewatin
itu?”
“Iya, Surdi nggak mungkin
ngelewatin konser itu. Apalagi ada JKT48 yang seger-seger, hehe…” tambah Tommy
yang berkostum tuyul.
“Oke, Rangers. Misi kita kali ini
dimulai… sekarang!” Tofan mengeluarkan kata-kata favoritnya jika ia dan
sahabat-sahabatnya akan melakukan misi.
Tofan menuju ke pintu belakang
rumah Surdi, sedangkan Tommy berada di pintu depan. Erwin berada di antara
mereka untuk mengawasi dan menyalurkan kode.
Tok, tok, tok… Tofan mengetuk
pintu belakang beberapa kali. Surdi yang sedang ngiler menonton JKT48 lalu
berjalan menuju pintu belakang.
Berlanjut ke Bagian 3...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar