Selasa, 13 Agustus 2013

Konser Bagian 1


“G
UE cinta sama lo. Lo mau nggak jadi pacar gue?”
“Tapi… lo udah punya pacar kan?”
Terdengar dialog antar remaja di sinetron televisi. Pemainnya cantik-cantik dan tampan-tampan, tapi itu semua tak berpengaruh bagi Erwin. Ia justru terganggu dengan tontonan kakak perempuannya itu.
“Tontonan apa ini, Kak?” Erwin merebut remote televisi dan memindah salurannya.
“Ee… lagi ditonton kok diganti?” kakak Erwin merebut kembali remote televisi. Ia menonton sinetron itu lagi. “Kamu kenapa sih kok kayaknya nggak suka banget? Pemainnya kan ganteng-ganteng. Juga ada si Kiran, tetangga kita dulu itu. Bukannya kamu temenan sama dia?” tanya kakak Erwin bawel.
“Iya. Dulu. Sekarang dia kan sudah menjadi artis,” sahut Erwin.
“Oh iya, aku denger mau ada konser girlband-nya Kiran di sini, ya?”
“Hah? Masa?” Erwin terkejut. Ia justru tak tahu.
“Ah, kamu kuper sih. Masa kamu nggak ngebaca plang-plang di jalan sama selebaran yang ditempel?”
“Tidak pernah, Kak. Yang ada justru iklan sedot WC.”
Kakak Erwin menahan tawa. Erwin yang tak suka melihat sinetron semacam itu lalu menuju ke kamarnya. Menyendiri, melamun. Diambilnya jam weker di mejanya. Matanya menerawang kembali kejadian sebelum Kiran, temannya itu pindah ke ibukota.
Seorang gadis jelita yang masih SD sedang berjalan-jalan keluar rumahnya. Gadis bermata bulat itu cantik dan aktif. Ia suka bermain di bawah terik matahari atau memanjat pohon untuk memakan buahnya. Ia masuk ke pekarangan sebuah rumah sambil membawa sebungkus plastik hitam.
Gadis itu mengetuk jendela samping rumah, tepatnya jendela kamar Erwin. Tuk... tuk… tuk… Dengan jemari lentik, ia mengetuk sambil mengintip lewat jendela. Erwin kecil yang sedang tengkurap di atas kasur sambil membaca buku menengok ke arah jendela. Cowok ikal itu tersenyum lalu membukakan jendelanya.
“Ada apa, Kiran?” tanyanya polos.
“Ini,” gadis kecil bernama Kiran itu menyerahkan bungkusan hitam yang tadi ia bawa.
Erwin menerimanya keheranan. “Apa ini?”
“Itu hadiah ulangtahun kamu. Maaf, ya. Ulangtahun kamu memang masih minggu depan. Tapi, aku takut nggak bisa datang soalnya aku mau pindah ke Jakarta,” sahut Kiran.
“Kamu hendak pindah? Maksudnya pindah rumah?” Erwin terkejut.
“Iya, Win. Maaf, aku baru bilang sekarang.”
“Berarti kita tidak bisa bermain bersama lagi?” Erwin terlihat sedikit murung.
“Nggak pa-pa, Win. Ayo, sekarang kita main,” ajak Kiran.
Pada hari-hari sebelum Kiran pindah, mereka berdua selalu bermain bersama setiap hari, entah itu memanjat pohon, bermain petak umpet, atau sekadar bermain monopoli di teras rumah. Erwin sangat menikmati hari-hari tersebut. Namun, setelah Kiran pergi, ia merasa begitu rindu. Ia baru sadar kalau ia suka dengan Kiran, hanya saja ia malu mengatakannya.
Jam weker itu adalah saksi bisu persahabatan mereka. Hadiah terakhir sebelum Kiran pindah rumah. Jam weker putih berbentuk klasik yang dirawat Erwin hingga selalu terlihat mengkilap.
“Aku rindu kamu, Kiran…” kata Erwin pelan. Ia tersadar kembali. Ia tak suka melihat sinetron Kiran karena itu hanya membuatnya tambah rindu.
Suatu saat, Erwin bertekad mengungkapkan perasaannya pada Kiran. Mungkin esok ketika Kiran ikut konser di kota ini. Ya, harus pada saat itu. Tak setiap hari Kiran ada di kota ini.
***
Sementara itu belakangan ini, Surdi jadi suka pergi ke warnet depan rumahnya. Dia ketularan Tofan dan Tommy yang suka main game di facebook. Apalagi game yang dimainkan teman-temannya itu sangat menarik bagi Surdi. Judulnya “Men vs. Zombies”. Membaca kata “Zombie” saja Surdi sudah tertarik. Yah, meski dia terkadang takut sendiri saat bermain.
Game yang mengisahkan pertarungan antara manusia dan zombie itu membuat Surdi agak kecanduan. Bahkan dia punya ritual untuk pergi ke warnet setiap malam Jumat. Biar greget kesannya. Untung saja warnetnya dekat dengan rumah sehingga orangtua Surdi tidak melarang.
Seperti malam Jumat kali ini, Surdi sedang asyik bermain game tersebut di facebook. Nama akun facebook Surdi adalah nama panjangnya, yaitu Agus Surdiman. Namanya aneh sekali, ya? Tapi nama itu adalah pemberian orangtuanya, tidak boleh kita ejek atau kita tertawakan.
Saat sedang asyik bermain, Surdi terkejut. Ia merinding melihat akun facebook bernama Kunti mengajaknya chattingan.
Kunti           : Gus, gue boleh curhat, nggak? :’(
Agus Surdiman   : Dari mana you tahu my name?
Karena hilang akal sehat saking takutnya, Surdi sampai bertanya begitu. Padahal semua orang juga bisa tahu lewat nama akun facebook-nya.
Kunti           : Lo kenapa sih? Lagi demam?
Agus Surdiman   : My body emang lagi panas dikit sih. Dari mana you tahu? You… Kunti kan?
Kunti           : Emang gue Kunti. Kenapa?
Agus Surdiman   : Kunti… lanak?
Kunti           : Ah, lo banyak nanya deh. Gue mau curhat nih. :’(
Surdi membuka profil Kunti di tab baru. Di foto profilnya, ada gambar cewek narsis sedang meringis waktu malam Kamis. Tapi karena gelapnya kulit cewek itu, apalagi fotonya waktu malam-malam, yang terlihat hanyalah sepasang mata dan gigi-gigi kekuningan yang tersenyum bagai tanpa dosa. Setan narsis, batin Surdi.
Di benak Surdi, terbayang bagaimana kuntilanak dan setan-setan lain saling facebook-an, mendatangi warnet-warnet atau mungkin membuat warnet sendiri khusus makhluk supranatural. Ih, sereeem…, batin Surdi lagi.
Tapi seperti biasa, Surdi justru semakin penasaran. Soalnya ia tak pernah punya teman dari dunia lain. Ia mencoba iseng-iseng membalas chattingan Kunti.
Berlanjut ke Bagian 2...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar