Jumat, 09 Agustus 2013

Tukang Tebeng Bagian 3

Setelah makan malam, Erwin menunggu ayahnya pulang sambil browsing lewat laptop di kamar. Ia bertanya pada Mbah Google tentang bagaimana caranya naik motor. Ia tidak bertanya pada ibunya karena ibunya juga tak bisa naik sepeda motor. Menurut ibunya, itu tak terlalu penting bagi seorang ibu rumah tangga. Lagipula ibunya punya sepeda jika ingin keluar rumah.
Ayah Erwin memang suka pulang malam karena jabatannya sebagai kepala perusahaan percetakan buku. Inilah salah satu penyebab putranya suka membaca. Tapi Erwin sering merasa sendirian karena temannya di rumah hanyalah buku dan laptop. Apalagi ayahnya yang idealis suka menekan dia. Faktor-faktor itulah yang menciptakan kepribadiannya sekarang.
Sekitar 2 jam kemudian, terdengar mobil berderu. Brruum… Bruum… Ayah Erwin baru pulang, memasukkan mobilnya ke garasi. Tapi sayang, anak bungsunya kini sudah tertidur ditemani laptop yang masih menyala di sampingnya.
Keesokan harinya di sekolah, Erwin menceritakan kejadiannya semalam pada Tommy. Tommy jadi bersimpati. Ia berniat memberitahu kedua Ranger yang lain, meski dilarang Erwin karena malu. Tapi begitulah Tommy. Ia tidak ingin tunduk pada perintah siapa pun atau peraturan apa pun, kecuali peraturannya sendiri. Buktinya saat jam istirahat, Tommy menceritakan semuanya pada Surdi dan Tofan mulai dari ejekan Agus sampai kejadian tadi malam.
“Wah, tahu begitu, kemarin gue nggak usah rapat OSIS aja, Gan,” keluh Tofan.
“Udah terlanjur, Fan. Mungkin nanti kita bisa ngajarin dan ngelatih dia,” sahut Tommy.
Surdi terlihat diam sebentar, berpikir bak detektif. “Ini our mission yang baru. We nggak boleh ngebiarin Agus menang demi mengakhiri derita Erwin!” kata Surdi ekspresif. Gayanya sudah seperti aktor tulen.
Sepulang sekolah, Surdi tidak mengantar Erwin pulang dulu, melainkan langsung menuju suatu lapangan. Erwin bertanya-tanya pada Surdi setelah rumahnya lewat. Ia mengira Surdi kebablasan lagi, tapi ternyata Surdi sengaja. Ia meminta Erwin untuk menurut saja padanya.
Tiba di lapangan tersebut, Erwin sudah disambut oleh kedua Ranger lain. Ia sudah menduga kalau ada misi The Rangers di balik semua ini.
Setelah Tofan menceritakan misinya, Erwin jadi sedikit jengkel pada Tommy. Erwin memasang muka kesal pada Tommy.
“Win, muka lo kenapa?” tanya Tommy polos, tapi tak ada sahutan dari Erwin.
“Maafin gue ya, udah ngebocorin. Tapi kan sekarang lo jadi bisa latihan motor. Lagipula niat gue kan baik, biar lo bisa segera latihan buat ngalahin Agus. Jangan marah, ya,” kata Tommy lagi, menyesal.
Erwin kembali diam. Ini pertama kalinya Erwin marah dengan sahabatnya sendiri. Beruntung, Tofan mencairkan suasana.
“Udah. Daripada kita buang waktu, mendingan kita latihan motor sekarang,” kata Tofan.
Erwin pun berlatih sepeda motor dengan Tofan dan Surdi, meninggalkan Tommy yang masih menyesal. Erwin berlatih sepeda motor memutari lapangan, kemudian baru ke jalan aspal. Tofan memberi contoh dan instruksi dengan baik, sedangkan Surdi memberikan petuah dan motivasi.
Setelah berlatih cukup lama, Erwin sudah bisa naik motor. Ia sudah lebih percaya diri sekarang.
Hari Jumat keesokan harinya, sepulang sekolah mereka berlatih bersama lagi. Erwin ternyata masih marah dengan Tommy. Ia tidak mengobrol dengan Tommy lagi, meski mereka sebangku. Sedangkan Tommy yang merasa bersalah tetap menemani Erwin berlatih. Hari ini Erwin dilatih cara-cara ngebut di jalanan yang baik dan benar dengan tetap menaati peraturan lalu lintas.
Pada hari terakhir sebelum balapan, yaitu hari Sabtu, mereka berlatih untuk yang terakhir. Erwin mencoba menaklukkan rute jalan lingkar yang nanti akan ia gunakan untuk balapan melawan Agus. Rute itu sebenanya agak berbahaya karena banyak truk yang lalu lalang, udara yang kotor dan berdebu, juga seringkali macet. Tapi apa boleh buat, itulah kesepakatannya.
Malamnya, Erwin makan malam lebih cepat dari biasanya karena hendak pergi balapan. Kemudian ia berpamitan dengan ibunya sesuai dengan instruksi Tofan.
“Bu, aku hendak pergi berolahraga dengan teman-temanku,” kata Erwin sambil mencium tangan ibunya. Padahal olahraga yang Erwin maksud adalah balapan, tapi inilah cara yang paling tepat agar tak dilarang pergi.
“Lho, kok tumben? Malam-malam lagi,” sahut ibunya heran.
“Tak masalah, Bu. Aku sudah SMA. Lagipula aku memang perlu banyak olahraga.”
“Ya sudah, hati-hati ya, Win.” Ibunya membukakan garasi rumah untuk Erwin. Ia memang terbiasa dengan teman-teman Erwin yang suka aneh-aneh, seperti waktu ulangtahun Surdi kemarin, saat Erwin dan teman-temannya pergi ke rumah Surdi tengah malam. Beruntung, ibu Erwin percaya pada anaknya sehingga ia tidak melarang pergi.
Erwin pergi ke rumah Surdi naik sepeda. Di sana, sudah berkumpul ketiga Ranger yang lain. Meski gengsi, Erwin mencoba berterima kasih dan baikan lagi pada Tommy, karena berkatnya, ia jadi bisa naik sepeda motor.
“Tom, terima kasih, ya. Meski kamu membocorkan ini, kamu membuatku bisa naik sepeda motor tepat pada waktunya.”
“Iya, sama-sama, Win. Kalo menurut gue sih, antar sahabat itu nggak ada yang perlu ditutup-tutupin. Nggak usah malu, kita semua terima kok,” sahut Tommy mengedipkan matanya.
Setelah itu, mereka berempat pun pergi ke alun-alun. Tofan dan Tommy berboncengan naik vespa, sedangkan Surdi dan Erwin berboncengan naik sepeda motornya. Di tengah perjalanan ke sana, Erwin berusaha meminta maaf pada Surdi.
“Sur, aku minta maaf, ya. Soalnya kemarin-kemarin aku sudah membuatmu terlambat,” kata Erwin yang masih menyimpan rasa bersalahnya.
“No problem, Win. Justru I harusnya bilang ‘thanks’ sama you. Soalnya gara-gara you, I jadi lolos pemeriksaan rambut dan lolos juga dari ulangan Mrs Lusi,” sahut Surdi.
“Oh, begitu, ya. Haha… sama-sama, Surdi.”
Setelah menunggu sebentar di alun-alun kota, mata The Rangers terpana oleh motor gede mahal mengkilap yang mungkin hanya ada satu di kota itu. Warnanya hitam dan ditempeli stiker berbentuk nyala api. Sudah seperti motor pembalap betulan. Sayangnya, penunggangnya terlihat tidak matching dengan tunggangannya. Sosok penunggang berperut besar itu melepas helmnya, dan terlihatlah wajahnya yang kurang kece. Dialah Agus.
Berlanjut ke Bagian 4...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar