Kamis, 15 Agustus 2013

Konser Bagian 2

Tapi seperti biasa, Surdi justru semakin penasaran. Soalnya ia tak pernah punya teman dari dunia lain. Ia mencoba iseng-iseng membalas chattingan Kunti.
Agus Surdiman   : Curhat apa?
Kunti           : Gosipnya Pandu pacaran sama Kiran. :’(
Agus Surdiman   : Who is Pandu?
Kunti           : Artis sinetron, Norak. -_-
                 Dia juga punya boyband. Emang sih kalo di sinetron suka pasangan sama Kiran, tapi kenapa gosipnya pacaran beneran? :’(
Agus Surdiman   : Pandu itu sebangsa kayak you?
Kunti           : Maksud lo apa sih? Nggak jelas. Katanya dia sama Kiran mau konser di kota ini, lho. Tempatnya di alun-alun. Gue mau ketemu sama dia. Gue nge-fans dia.
Agus Surdiman   : Oh, Pandu si artis ganteng itu? Tapi you sama dia kan beda dunia.
Kunti           : Maksud lo apaa?! Mau gue lempar sendal?! -_-
                 Demam lo parah, ya? Huff, sabaarr… Gue mau ketemu sama dia. Lo mau nggak nemenin gue pergi ke konser malem Minggu besok? Temen-temen gue soalnya pada nggak bisa. Padahal gue mau tahu soal hubungannya sama Kiran. :’(
Agus Surdiman   : Boleh. But, kapan dan di mana I sama you ketemuan?
Kunti           : Di rumah gue malem Minggu jam 6 sore.
Agus Surdiman   : Rumah you di mana?
Kunti           : Lo pura-pura nggak inget apa amnesia, sih? Rumah gue itu yang warna ijo di depan kuburan deket rumah sakit.
Agus Surdiman   : Wah, very strategis. Kalo sakit tinggal ke hospital, kalo mati tinggal ke kuburan.
Kunti           : -_-
***
Seorang cewek berkulit cokelat kehitaman masuk ke kelas Erwin dan Tommy. Rambutnya yang juga hitam dibiarkan terurai sepunggung. Cewek itu menaruh tasnya di kursi, lalu menyapa Erwin dengan genit. Dialah yang bernama Kunti.
“Haiii, Erwin! Nggak kangen gue?”
“Tidak,” jawab Erwin singkat.
“Ah, lo nggak asik,” dia yang tadinya tersenyum sok manis menjadi cemberut. Melihat Agus yang gemuk datang, ia berganti menyapa Agus. “Haiii, Agus!”
“Apa?” sahut Agus cuek.
“Gus, besok malem Minggu jadi?” tanya Kunti pada Agus.
“Ngapain?” Agus balik bertanya.
“Itu… yang kemarin malem.”
“Emang kemarin malem ada apa?” Agus mengingat-ingat.
“Chattingan yang di facebook, Pikun!” Kunti kehilangan kesabaran. “Lo masih demam?”
“Sejak kapan gue demam?” Agus bingung sendiri.
“Lo kemarin chattingan sama gue kan?” Kunti jadi cemas kalau salah orang.
“Enggak tuh, beneran. Semalem listriknya mati, jadi gue tidur aja.”
“Nama akun facebook lo apa? Agus Surdiman kan?” tanya Kunti tambah cemas.
“Nggak punya. Facebook udah nggak jaman. Chattingan sekarang itu pake WeChat atau Kakao Talk,” sahut Agus. “ Kalo Agus Surdiman itu cowok cungkring gondrong kelas sebelah itu, lho.”
“Waaa… Gue salah orang!” Kunti jadi panik sendiri.
Sedangkan di kelas sebelah, cowok cungkring gondrong itu sedang mengobrol dengan cowok berkacamata. Mereka adalah Surdi dan Tofan. Surdi bercerita kejadiannya semalam dengan penuh ekspresi. Saking semangatnya, hujan pun keluar deras dari mulut Surdi, membasahi wajah Tofan. Tofan yang susah payah menghindari air mancur akhirnya menutup mukanya dengan buku.
“Jadi gitu, Fan. I diajak pergi sama Kunti,” kata Surdi bangga.
“Kunti… lanak?” Tofan bertanya ragu.
“Maybe. But, dia nggak ngaku,” sahut Surdi. “You sama Ranger lain mau nemenin I ke konser, nggak?”
“Pasti mau dong. Ini akan jadi kisah The Rangers yang seru,” Tofan tersenyum.
Sewaktu istirahat, keempat Ranger berkumpul. Mereka membicarakan konser malam Minggu esok.
“Konser? Ada girlband-nya?” tanya Tommy bersemangat.
“Ada. Girlband-nya Kiran,” jawab Tofan.
“Kiran si artis cantik itu?” tanya Tommy lagi.
Tofan mengangguk. Tommy tambah semangat. “Gue pasti ikut dong. Biarpun nggak ada JKT48, ngeliat Kiran secara langsung udah cukup.”
“Aku juga hendak ikut. Aku ingin bertemu Kiran, soalnya dulu dia itu temanku,” sahut Erwin.
“Kiran dulu temen lo?” Ranger yang lain terkejut.
“Ya. Dia dulu tetanggaku…” Erwin menceritakan semuanya sampai kejadian Kiran pindah. Ia juga mengatakan keinginannya mengungkapkan perasaannya pada Kiran.
***
Malam yang ditunggu-tunggu tiba. Keempat Ranger pergi berboncengan naik vespa Tofan dan sepeda motor Surdi. Tempat pertama yang mereka tuju adalah rumah Kunti.
Meski Puskesmas di kota itu banyak, tapi rumah sakit hanya ada satu buah sehingga tak perlu bingung mencari rumah Kunti. Di belakang rumah sakit, ada kuburan. Konon kata Surdi, kuburan itu angker karena sering terdengar lolongan anjing dari sana.
Keempat Ranger berhenti di depan kuburan. Mencari-cari rumah Kunti.
“Katanya, rumah Kunti yang warna ijo di depan kuburan,” kata Surdi.
“Tapi nggak ada rumah warna ijo di sini,” sahut Tofan melihat sekeliling.
“Maybe dia menghantui salah satu pohon di sini. Yang warnanya ijo, kan?” Surdi melihat-lihat pohon-pohon di sana kalau-kalau ada penampakan.
“Kuunti… Kuunti…” Tommy memanggil-manggil.
Terdengar gemerisik daun di dekat tempat mereka berdiri. Tommy spontan terkejut. Surdi merinding. “Tom, jangan sembarangan manggil, or dia bakal angry,” larang Surdi sambil bersembunyi di balik tubuh Erwin.
Terdengar lagi gemerisik daun itu. Kemudian muncul suara. “Meoong… meong…”
“Hei, itu kucing!” Erwin menunjuk asal suara. Terlihat sepasang bola mata bersinar di atas pohon. “Kasihan. Kucingnya kutolong, ya.”
“Oh… kucing. I kira apaan,” Surdi mengelus dadanya lega.
Erwin memanjat pohon dengan gesit. Kucing itu terus mengeong-ngeong karena tak bisa turun. Setelah mengambil kucing itu dengan hati-hati, Erwin segera turun dari pohon.
Erwin menggendong kucing itu seperti menggendong bayi. Kucing itu mendengkur nyaman dalam dekapan Erwin. Setelah dilihat-lihat, warna bulu kucing itu ternyata hitam semua.
“Warna bulu kucing ini hitam semua. Jangan-jangan pertanda sial,” kata Surdi ekspresif.
“Nggak usah percaya takhayul, Gan,” Tofan mengingatkan.
Tiba-tiba kembali muncul suara yang lain. “Hihihihi….” Terdengar lengkingan yang menyeramkan.
Berlanjut ke Bagian 3...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar