Tapi seperti biasa, Surdi justru
semakin penasaran. Soalnya ia tak pernah punya teman dari dunia lain. Ia
mencoba iseng-iseng membalas chattingan Kunti.
Agus
Surdiman : Curhat apa?
Kunti : Gosipnya
Pandu pacaran sama Kiran. :’(
Agus
Surdiman : Who is Pandu?
Kunti : Artis
sinetron, Norak. -_-
Dia juga punya boyband. Emang
sih kalo di sinetron suka pasangan sama Kiran, tapi kenapa gosipnya pacaran
beneran? :’(
Agus
Surdiman : Pandu itu sebangsa kayak you?
Kunti : Maksud
lo apa sih? Nggak jelas. Katanya dia sama Kiran mau konser di kota ini, lho.
Tempatnya di alun-alun. Gue mau ketemu sama dia. Gue nge-fans dia.
Agus
Surdiman : Oh, Pandu si artis ganteng itu? Tapi you sama dia kan beda dunia.
Kunti : Maksud
lo apaa?! Mau gue lempar sendal?! -_-
Demam lo parah, ya? Huff,
sabaarr… Gue mau ketemu sama dia. Lo mau nggak nemenin gue pergi ke konser
malem Minggu besok? Temen-temen gue soalnya pada nggak bisa. Padahal gue mau
tahu soal hubungannya sama Kiran. :’(
Agus
Surdiman : Boleh. But, kapan dan di mana I sama you ketemuan?
Kunti : Di
rumah gue malem Minggu jam 6 sore.
Agus
Surdiman : Rumah you di mana?
Kunti : Lo
pura-pura nggak inget apa amnesia, sih? Rumah gue itu yang warna ijo di depan
kuburan deket rumah sakit.
Agus
Surdiman : Wah, very strategis. Kalo sakit tinggal ke hospital, kalo mati
tinggal ke kuburan.
Kunti : -_-
***
Seorang cewek berkulit cokelat
kehitaman masuk ke kelas Erwin dan Tommy. Rambutnya yang juga hitam dibiarkan
terurai sepunggung. Cewek itu menaruh tasnya di kursi, lalu menyapa Erwin
dengan genit. Dialah yang bernama Kunti.
“Haiii, Erwin! Nggak kangen gue?”
“Tidak,” jawab Erwin singkat.
“Ah, lo nggak asik,” dia yang
tadinya tersenyum sok manis menjadi cemberut. Melihat Agus yang gemuk datang,
ia berganti menyapa Agus. “Haiii, Agus!”
“Apa?” sahut Agus cuek.
“Gus, besok malem Minggu jadi?”
tanya Kunti pada Agus.
“Ngapain?” Agus balik bertanya.
“Itu… yang kemarin malem.”
“Emang kemarin malem ada apa?”
Agus mengingat-ingat.
“Chattingan yang di facebook,
Pikun!” Kunti kehilangan kesabaran. “Lo masih demam?”
“Sejak kapan gue demam?” Agus
bingung sendiri.
“Lo kemarin chattingan sama gue
kan?” Kunti jadi cemas kalau salah orang.
“Enggak tuh, beneran. Semalem
listriknya mati, jadi gue tidur aja.”
“Nama akun facebook lo apa? Agus
Surdiman kan?” tanya Kunti tambah cemas.
“Nggak punya. Facebook udah nggak
jaman. Chattingan sekarang itu pake WeChat atau Kakao Talk,” sahut Agus. “ Kalo Agus Surdiman itu cowok cungkring gondrong
kelas sebelah itu, lho.”
“Waaa… Gue salah orang!” Kunti
jadi panik sendiri.
Sedangkan di kelas sebelah, cowok
cungkring gondrong itu sedang mengobrol dengan cowok berkacamata. Mereka adalah
Surdi dan Tofan. Surdi bercerita kejadiannya semalam dengan penuh ekspresi. Saking
semangatnya, hujan pun keluar deras dari mulut Surdi, membasahi wajah Tofan.
Tofan yang susah payah menghindari air mancur akhirnya menutup mukanya dengan
buku.
“Jadi gitu, Fan. I diajak pergi
sama Kunti,” kata Surdi bangga.
“Kunti… lanak?” Tofan bertanya
ragu.
“Maybe. But, dia nggak ngaku,”
sahut Surdi. “You sama Ranger lain mau nemenin I ke konser, nggak?”
“Pasti mau dong. Ini akan jadi
kisah The Rangers yang seru,” Tofan tersenyum.
Sewaktu istirahat, keempat Ranger
berkumpul. Mereka membicarakan konser malam Minggu esok.
“Konser? Ada girlband-nya?” tanya
Tommy bersemangat.
“Ada. Girlband-nya Kiran,” jawab
Tofan.
“Kiran si artis cantik itu?” tanya
Tommy lagi.
Tofan mengangguk. Tommy tambah
semangat. “Gue pasti ikut dong. Biarpun nggak ada JKT48, ngeliat Kiran secara
langsung udah cukup.”
“Aku juga hendak ikut. Aku ingin
bertemu Kiran, soalnya dulu dia itu temanku,” sahut Erwin.
“Kiran dulu temen lo?” Ranger yang
lain terkejut.
“Ya. Dia dulu tetanggaku…” Erwin
menceritakan semuanya sampai kejadian Kiran pindah. Ia juga mengatakan
keinginannya mengungkapkan perasaannya pada Kiran.
***
Malam yang ditunggu-tunggu tiba.
Keempat Ranger pergi berboncengan naik vespa Tofan dan sepeda motor Surdi.
Tempat pertama yang mereka tuju adalah rumah Kunti.
Meski Puskesmas di kota itu
banyak, tapi rumah sakit hanya ada satu buah sehingga tak perlu bingung mencari
rumah Kunti. Di belakang rumah sakit, ada kuburan. Konon kata Surdi, kuburan
itu angker karena sering terdengar lolongan anjing dari sana.
Keempat Ranger berhenti di depan
kuburan. Mencari-cari rumah Kunti.
“Katanya, rumah Kunti yang warna
ijo di depan kuburan,” kata Surdi.
“Tapi nggak ada rumah warna ijo di
sini,” sahut Tofan melihat sekeliling.
“Maybe dia menghantui salah satu
pohon di sini. Yang warnanya ijo, kan?” Surdi melihat-lihat pohon-pohon di sana
kalau-kalau ada penampakan.
“Kuunti… Kuunti…” Tommy
memanggil-manggil.
Terdengar gemerisik daun di dekat
tempat mereka berdiri. Tommy spontan terkejut. Surdi merinding. “Tom, jangan
sembarangan manggil, or dia bakal angry,” larang Surdi sambil bersembunyi di
balik tubuh Erwin.
Terdengar lagi gemerisik daun itu.
Kemudian muncul suara. “Meoong… meong…”
“Hei, itu kucing!” Erwin menunjuk
asal suara. Terlihat sepasang bola mata bersinar di atas pohon. “Kasihan.
Kucingnya kutolong, ya.”
“Oh… kucing. I kira apaan,” Surdi
mengelus dadanya lega.
Erwin memanjat pohon dengan gesit.
Kucing itu terus mengeong-ngeong karena tak bisa turun. Setelah mengambil
kucing itu dengan hati-hati, Erwin segera turun dari pohon.
Erwin menggendong kucing itu
seperti menggendong bayi. Kucing itu mendengkur nyaman dalam dekapan Erwin.
Setelah dilihat-lihat, warna bulu kucing itu ternyata hitam semua.
“Warna bulu kucing ini hitam
semua. Jangan-jangan pertanda sial,” kata Surdi ekspresif.
“Nggak usah percaya takhayul,
Gan,” Tofan mengingatkan.
Tiba-tiba kembali muncul suara
yang lain. “Hihihihi….” Terdengar lengkingan yang menyeramkan.
Berlanjut ke Bagian 3...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar