Namun Erwin kembali
membungkuk-bungkuk mencari bom. Hingga akhirnya bom itu ditemukan di balik
sebuah meja kosong, ditempelkan menggunakan lakban hitam.
“Teman-teman, tolong ke sini,”
panggil Erwin.
Teman-teman Erwin menghampiri
Erwin dengan heran. Kue ulangtahun Erwin ditinggal di atas meja.
“Tak usah banyak bertanya. Tolong
balik meja ini,” perintah Erwin. “Fan, kamu bawa tas besarmu, bukan? Tolong
pinjamkan gunting dan obeng,” pinta Erwin pada Tofan.
Tanpa banyak bertanya, mereka
melakukan yang Erwin perintahkan. Dan mereka pun terkejut melihat ada bom di
balik meja itu. Waktu yang tertera di bom itu kurang dari 3 menit. Menggunakan
gunting dan obeng dari tas serba guna Tofan, Erwin melepaskan lakbannya,
membongkar penutupnya, lalu mencoba memotong kabel berwarna merah. Namun
tangannya bergetar dan berkeringat, ia tak sanggup melakukannya.
“Teman-teman, aku tak sanggup,”
kata Erwin.
“Nggak ada waktu berkata seperti
itu. Cepat potong kabel merahnya atau kita semua akan mati,” sahut Tofan
memotivasi.
Erwin mencoba memotong kabel
merahnya. Teman-temannya ikut dag-dig-dug dan berkeringat cemas. Tommy bahkan
menutup telinganya. Dikira mercon kali ya, hehe… Tapi tak terjadi apa-apa dan
timer bom itu berhenti. Mereka berhasil.
“Huft…” Erwin mengusap keringat di
dahinya.
“Yes, we did it!” kata Surdi
seperti Dora the Explorer.
Pengunjung yang lain, juga pegawai
yang ada di sana sempat memandangi mereka tadi. Kemudian mereka bertepuk tangan
bersama.
Beberapa polisi lalu masuk ke
dalam restoran tersebut. Mereka juga berhasil menangkap Boy dan bosnya dengan
memborgol mereka.
“Dasar bocah persetan!” umpat
mereka.
Salah satu dari polisi tersebut,
sepertinya ketuanya, maju dan berkata pada Erwin dan teman-temannya. “Terima
kasih, ya. Kami sempat cemas kalau-kalau bom itu terlanjur meledak, tapi kalian
menghentikannya. Kami salut pada keberanian kalian,” kata ketua polisi itu.
“Pak, ini sebenarnya aksi Erwin.
Dia yang menjinakkan bomnya,” sahut teman-temannya.
“Bukan begitu. Tadi kalau Tommy
tidak usil mengambil dompetku, aku juga pasti tak akan tahu,” elak Erwin.
“But, you berani, Win. You did
it,” sambung Surdi.
“Hmm… Okelah kalau begitu,” sahut
si kepala polisi. “Bolehkah kami meminta nomor ponsel salah satu anak? Kami
akan menghubungi jika kami membutuhkan kesaksian atau keterangan.”
***
Ternyata pria yang dipanggil Boy
itu adalah seorang bandit yang disewa untuk menanam bom. Namun ia masih penanam
bom yang amatir sehingga upahnya pun tak banyak. Sedangkan bos gemuk bersuara
cempreng itu adalah pemilik suatu restoran yang merupakan satu-satunya saingan
Indoresto. Ia merencanakan peledakan restoran itu agar bisnis Indoresto jatuh
dan semua pelanggan beralih ke restorannya. Tapi dengan ditangkapnya bos gemuk
itu, yang jatuh justru bisnis restorannya sendiri.
Malamnya, Erwin dan teman-temannya
makan gratis di Indoresto. Ini karena usaha bos gemuk saingannya digagalkan
oleh Erwin. Teman-temannya juga membawakan sebuah kue ulangtahun lagi dengan
lilin berangka 15.
Erwin pun meniup lilin itu sambil
make a wish.
Semoga apa yang menjadi
pekerjaanku kelak akan berguna bagi banyak orang, batinnya sambil meniup lilin.
Tapi kini Erwin tak iri lagi
dengan Raita karena ia sudah punya cita-cita yang jelas. Ia ingin menjadi
seorang detektif polisi.
TAMAT