“Itu… di situ,” Erwin menunjuk
Kiran. “Apa aku salah lihat? Masa dia Kiran?” tanya Erwin.
“Hah?” Tommy menajamkan
penglihatannya. “Eh iya, bener.”
Tommy secepat kilat menghampiri
Tofan yang sedang mengambil minuman di freezer. “Fan, lo bawa pulpen sama
kertas nggak? Ada Kiran tuh, gue mau minta tanda tangan.”
Tofan mengambil sesuatu dari tas
punggungnya. “Kiran? Bukannya dia ikut konser?” tanya Tofan kurang tertarik. Ia
menyerahkan kertas dan pulpen itu.
“Nggak tahu, tapi mata gue kan
nggak pernah salah,” jawab Tommy sambil mengedipkan matanya. Ia lalu secepat
kilat pula menghampiri Kiran.
“Nggak pernah salah? Oh iya, dia
kan tukang nginceng cewek. Ckckck…” Tofan geleng-geleng kepala.
Melihat Tommy menghampiri Kiran,
Erwin terkejut. “Eh tunggu, Tom. Gimana kalau salah orang?” Erwin yang khawatir
mengejar Tommy.
“Mbak-nya artis, ya? Minta tanda
tangannya dong,” pinta Tommy modus menyentuh pundak Kiran dari belakang.
Kiran menengok, heran melihat ada
anak aneh di hadapannya. Erwin menghampiri Tommy, melihat Kiran di depannya.
Begitu cantik, sama seperti dulu, batin Erwin.
“Eh, kamu… Erwin?” Kiran bertanya
dengan mata membelalak tak percaya. Ia tak menggubris Tommy.
“Ng… Iya,” sahut Erwin gugup.
“Erwiiin… Aku kangen kamu…” Kiran
spontan memeluk Erwin. Erwin mematung, antara gugup dan berbunga-bunga. “Nggak
nyangka kita ketemu di sini. Kamu apa kabar?” tanya Kiran melepaskan
pelukannya.
“Ng… Baik. Kalau kamu? Bukannya…
lagi konser?” tanya Erwin masih gugup.
“Iya, sih. Tapi badanku rasanya
agak nggak enak. Jadinya, aku mau beli suplemen vitamin gitu di sini,” jawab
Kiran.
Sementara itu, Surdi dan Kunti
yang lama menunggu di tempat parkir lantas menghampiri minimarket. “Ngapain aja
bocah-bocah itu?” tanya Kunti kesal.
Sesampainya di sana, Surdi dan
Kunti terkejut melihat Kiran di minimarket, apalagi dia sedang mengobrol dengan
Erwin.
“Kamu… ke sini... sama siapa?”
tanya Erwin lagi. Ketika ia gugup, perkataannya memang suka patah-patah.
“Itu… sama Pandu,” Kiran menunjuk Pandu
yang berjalan ke arahnya. Erwin tak asing dengan wajahnya. Dia sering terlihat
di televisi berpasangan dengan Kiran. Memang cocok, dia tampan, sedangkan Kiran
cantik. Sama-sama artis pula.
Pandu menghampiri Kiran. “Itu
siapa, Yang?” tanyanya.
“Oh iya. Kenalin, ini Erwin,
temenku waktu kecil. Win, kenalin juga, ini Pandu, pacarku,” kata Kiran
mengenalkan. Erwin dan Pandu pun bersalaman.
Tapi mendengar itu, hati Erwin dan
Kunti langsung pecah berantakan. Mereka bagai ditusuk panah tepat di jantung.
Melihat ini semua, Surdi yang paham keadaan langsung memulai bicara.
“Er… Kiran, Pandu, sorry, but kami
mau segera pergi,” kata Surdi menarik tangan Erwin dan Kunti kembali ke mobil.
“Oke. Hati-hati, ya,” sahut Kiran.
“Aku juga mau balik nih. Dah… Semoga ketemu lain waktu.” Kiran melambaikan
tangan lalu keluar dari minimarket.
Tommy yang dari tadi dicuekin
lantas bingung melihat yang lain sudah pergi. “Lho? Pada ke mana? Nggak jadi
dapet tanda tangan nih?” tanya Tommy kecewa berat. Ia lalu kembali ke mobil.
Tak lama kemudian, Tofan menyusul
kembali ke mobil tanpa tahu apa yang terjadi pada teman-temannya. “Kalian nggak
jadi beli minuman?” tanya Tofan.
“Nggak jadi. Ayo pulang,” sahut
Kunti.
“Lho, nggak jadi ke konser juga?
Ada apa sih?”
“Nggak jadi semua!” sahut Kunti
lagi dengan kesal. Ia pun melajukan mobilnya dengan kencang.
Erwin, Tommy, dan Kunti pulang
dengan kecewa. Tapi mereka dapat mengambil hikmah dari kejadian ini, yaitu
jangan terlalu nge-fans pada seseorang.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar