Melihat itu, tanpa pikir panjang
Tommy langsung menghampiri. Ia mengguncang bahu Agus sambil berkata, “Gus!
Bangun, Gus! Kalo lo mati, gue nggak bisa utang lagi sama lo.”
“Gue belum mati, Oon!” sahut Agus
kasar. “Lagipula mana mau gue mati kalo utang lo belum lunas?”
“Tapi gue masih boleh ngutang lo
kan?” tanya Tommy.
Agus hanya memandangi dengan muka
cemberut. Ia mencoba berdiri, tapi kakinya terluka. Ia juga syok melihat
sepedanya rusak. “Hah? Sepeda gue yang baru dan mahal!” Ia memandangi Tommy
lagi, kini dengan muka marah. “Tommy!”
Siswa-siswa di sana hanya menonton
Agus dan Tommy. Salah satu warga di sana yang tahu langsung menghampiri dan
menawari bantuan.
“Habis kecelakaan, ya? Sini, saya
bantu,” ujar warga tersebut ramah.
Ia membantu Agus berjalan menuju
rumahnya yang dekat dari sana. Tommy ikut sambil membawa sepeda Agus yang
rusak. Warga yang ramah itu mengobati luka Agus dan meminta Agus bercerita
tentang kecelakaan tadi.
“Semua ini salah dia!” Agus
menunjuk Tommy. “Sepedanya berhenti di tengah jalan. Gue coba menghindar, tapi malah
ketabrak motor yang lewat.”
“Ini bukan salah dia aja. Dia kan
nggak bermaksud nyelakain kamu,” sanggah warga itu.
“Tapi Abang udah lihat sepeda gue
kan? Berarti paling enggak kan dia harus ganti rugi,” sahut Agus.
Ganti rugi? Batin Tommy terkejut.
Gue aja sering ngutang dia, gimana mau ganti rugi?
“Jangan ganti rugi dong, Gus. Yang
lain aja, ya?” bujuk Tommy.
“Kalo gitu, gue tambahin utang
lo.”
“Itu sama aja, Agus,” sahut Tommy.
“Gimana kalo gue ngelakuin sesuatu buat ganti rugi? Utang-utang gue yang lain
tetep, nggak usah ditambah-tambah.”
“Oke, gue setuju. Tapi lo harus
nggantiin gue di fashion show Kusuma Expo malem Minggu besok. Deal?” tantang
Agus.
“Fashion show? Badan gue kecil
begini, mana pantes? Yang ada, gue malah diketawain,” sahut Tommy lagi.
“Lo berani, nggak? Kalo nggak mau,
ya utang lo gue tambah senilai sepeda gue yang mahal itu,” balas Agus.
Tommy berpikir. Fashion show di
kelas Tommy diwakili oleh Agus dan Kunti. Alasan anak-anak sekelas memilih
mereka juga karena tidak ada yang berminat untuk ikut. Mungkin bisa dianggap
ini kesempatan besar Tommy mengurangi utangnya yang juga besar, tapi masa dia
ikut fashion show…?
***
“APA?!” Terlihat muka Kunti yang
terkejut setengah hidup. “Gue ikut fashion show sama lo?!”
“Nggak usah alay, deh. Udah denger
cerita gue tadi kan? Ini tuh karena terpaksa,” jelas Tommy.
“Iya, gue tau. Tapi lo itu…” Kunti
tak tega melanjutkan perkataannya.
“Kenapa? Gue pendek? Nggak
pantes?” tanya Tommy sensitif. “Iya, gue tau. Tapi mundur itu sama sekali bukan
gue banget. Yang penting ikut, nggak peduli menang atau kalah.”
“Ya jelas lah, kita kan udah pasti
kalah,” sahut Kunti.
“Tolongin dong, Kun. Masa lo nggak
kasian sama temen lo satu ini?” Tommy memasang muka super melas.
Melihat muka itu, dinding emosi
Kunti pun luluh. “Iya deh, iya. Tapi gue pakai topeng, ya? Biar nggak
kelihatan.”
“Cihuy!” Tommy menyahut senang.
Tommy, Kunti, dan beberapa
temannya melanjutkan menjaga stand pameran. Stand kelas mereka bernuansa halloween.
Mungkin karena ini awal November, sehingga suasana halloween lalu masih terasa.
Atau mungkin karena ada tuyul dan kuntilanak di kelas mereka, alias Tommy dan
Kunti, hehe…
Namun, tema halloween tersebut
justru tak membawa berkah. Buktinya, anak-anak kecil pada takut masuk stand itu
karena dikira ada tuyul dan kuntilanak betulan. Tema itu juga jadi masalah bagi
Surdi karena ia takut masuk ke dalam.
Sorenya, siswa-siswa lain datang
untuk bergiliran menjaga stand. Giliran Tommy dan Kunti hari ini selesai, tapi
mereka sudah memutuskan untuk berlatih fashion show dahulu.
Mereka berdua berlatih sendiri di
dekat tempat parkir. Dilihat pengendara yang lewat bukan masalah bagi mereka,
justru merupakan latihan percaya diri. Saat Tommy mencoba berjalan bak model,
di depannya terlihat seorang putri cantik. Bukannya naik kereta kuda, ia justru
naik sepeda motor. Dan bukannya memakai mahkota, ia justru memakai helm. Putri
itu membonceng seorang pria bak kusir kereta kuda. Dan terkejutnya Tommy ketika
tahu kalau pria itu Surdi, temannya sendiri.
Surdi memarkirkan kendaraannya,
lalu putri yang diboncengkannya itu turun. Putri itu membuka helm. Maka
terlihatlah wajah Raita yang bersinar. Surdi dan Raita kemudian pergi dari
tempat parkir tanpa tahu kehadiran Tommy dan Kunti.
Tommy tak jadi berjalan bak model.
Ia mematung, melongo dari tadi. Meski kini Raita sudah pergi, ia masih melongo.
Dari tadi Kunti juga sudah berceloteh, tapi tak ditanggapi Tommy. Karena kesal,
ia pun pergi meninggalkan Tommy sendirian.
Tommy baru sadar ketika sepeda
motor di belakangnya membunyikan klakson. Diiin…!
“Ayam! Ayam!” latah Tommy.
Berlanjut ke Bagian 3...