P
|
AGI ini ada pelajaran bahasa
Inggris. Seperti biasa, Pak Ferry tidak datang tepat waktu. Karena itu, Tommy
dengan santainya menghampiri bangku Ai meski masih jam pelajaran. Mereka mojok
berdua sambil mengobrol. Jengkel bangkunya dipakai berpacaran, Kunti pun pindah
tempat duduk di sebelah Erwin.
Hingga
setengah jam kemudian, Pak Ferry masuk ke kelas. Tommy gelagapan melihat Pak
Ferry datang. Seisi kelas langsung menuju bangkunya masing-masing. Tommy pun
kembali ke bangku sebelah Erwin, tapi…
“Lo
ngapain? Sama pacar lo aja sana,” kata Kunti terdengar kesal.
“Serius
dong. Ini kan pelajaran, kalo gue sebelahan sama Ai-chan nanti nggak konsen,”
sahut Tommy.
“Dari
tadi juga jam pelajaran, tapi lo sebelahan sama Ai,” timpal Kunti.
“Huh.”
Tommy kembali ke bangku sebelah Ai dengan muka masam.
Pak
Ferry tersenyum memperhatikan Tommy. Ia kemudian memulai pelajaran. “Okay, good
morning, class! Now, we will discuss about exposition text.”
Selama
pelajaran, Tommy memang tidak dapat konsentrasi. Sesekali ia melirik ke arah Ai
untuk menatap wajahnya yang cantik. Ia juga modus “pura-pura tidak sengaja”
menyentuh tangan Ai. Sampai-sampai Pak Ferry memperhatikan gerak-gerik Tommy.
“Tommy,
do you understand?” tanya Pak Ferry di tengah penjelasannya.
Seisi
kelas menoleh ke arah Tommy. “Stand, Sir,” jawab Tommy spontan.
Tawa
teman-temannya pun membahana. “What did I talk about?” tanya Pak Ferry lagi.
“Exposition
text, Sir,” jawab Tommy lagi.
“What
is exposition text?”
“Err…
a text to expose something, maybe,” jawab Tommy ngawur.
“It’s
not fully correct, Tommy. So, listen to me,” sahut Pak Ferry.
Tommy
pun mengangguk dan mencoba lebih berkonsentrasi. Namun akhirnya pun tak jauh
beda dari sebelumnya.
Tak
terasa sejam telah berlalu, diikuti oleh bunyi bel sekolah sebagai tanda
selesainya jam bahasa Inggris. Saat itu tiba-tiba saja Pak Ferry memanggil Ai.
“Mm…
Ai, please come here,” panggilnya.
Kontan
Tommy takut jika Ai dimarahi karena berpacaran terus. Terus terang saja, Ai kan
pintar di pelajaran bahasa Inggris. Mungkin Pak Ferry takut kalau nilai Ai
turun.
Ai
maju ke depan dan Pak Ferry terlihat bicara panjang lebar pada Ai. Ai sesekali
menanggapi dengan mengangguk atau bertanya. Setelah Pak Ferry selesai dan
keluar kelas, Ai pun kembali ke bangkunya. Tommy dengan penasaran menanyainya.
“Ai-chan
tadi dibilangin apa sama Pak Ferry?”
“Itu…
saya mau di…”
“Dijadiin
menantu? Tidaaak!” sela Tommy alay persis Surdi.
“Bukan,
Tommy-kun. Saya mau diikutkan lomba pidato bahasa Inggris,” ujar Ai.
“Oh,
lomba. Lombanya dalam rangka apa? Di mana?” tanya Tommy.
“Lombanya
di balai kota dalam rangka hari lingkungan hidup sedunia. Tanggal 5 Juni,”
jawab Ai.
“Latihan
yang serius, ya, Ai-chan. Biar bisa menang,” dukung Tommy.
“Iya,
makasih, Tommy-kun.”
***
Hari
ini tanggal 4 Juni. Seperti biasa saat istirahat, Ai dan Tommy mojok di kelas. Mereka
membicarakan soal lomba pidato bahasa Inggris Ai besok.
“Tommy-kun,
saya grogi banget untuk besok. Saya takut blank waktu di panggung,” tutur Ai.
“Ah,
nggak usah pesimis gitu. Kalau Ai-chan percaya bisa, Ai-chan bisa. Lagipula
Ai-chan kan cantik. Juri yang ngeliat pasti udah klepek-klepek duluan,” gombal
Tommy.
“Ah,
Tommy-kun gombal.”
Tiba-tiba
Raita masuk ke kelas saat itu. Ia mencari Tommy. Ketika mendapati Tommy tengah
berduaan dengan Ai, ia pun menghampiri.
Raita
berjalan sambil membawa buku dan pulpen. Tommy sepertinya sudah tahu apa maksud
Raita menghampirinya. Ia dengar dari Tofan kalau Raita pernah menanyainya
banyak soal pacaran. Katanya, ia melakukan itu untuk dijadikan data dalam karya
ilmiahnya. “Pacaran itu bikin kita punya banyak pengalaman jadi remaja,” begitu
pendapat Tofan saat ditanyai Raita.
Kemudian
Raita menepuk bahu Tommy. “Tom, gue lagi dapet tugas bikin karya ilmiah nih. Dan
yang gue bikin menyoroti soal remaja dan pacaran,” jelas Raita. “Nah, lo kan
pacaran, terus dari yang gue amati, lo itu beda dan selalu jadi diri lo
sendiri. Jadi, lo pasti punya pendapat yang beda soal pacaran. Boleh gue
tanya-tanya seputar itu?”
“Mm…
boleh aja, sih,” jawab Tommy.
“Ng…
saya ganggu kalian, ya? Saya akan pergi dulu,” kata Ai menyingkir dari sana.
“Eh,
Ai-chan, di sini aja,” bujuk Tommy, tapi Ai tidak menggubris perkataannya.
Tommy
ingin mengejar Ai, tapi dicegah oleh Raita. “Sebentar aja, Tom,” pinta Raita.
Tommy pun duduk kembali di kursi. “Pertanyaan pertama: mengapa Anda
berpacaran?”
“Gue
pacaran soalnya gue sayang sama Ai,” jawab Tommy standar.
“Jawaban
yang simple,” komentar Raita. “Pertanyaan kedua: apakah dengan berpacaran, ada
dampak yang signifikan bagi Anda?”
“Mm…
gue jadi lebih tahu soal cewek. Misalnya, siklus emosinya atau kode-kode
bahasanya. Gue juga jadi lebih pe-de soalnya udah punya pacar. Kemudian kita
juga jadi lebih aktif, aktif SMS-an, telponan, sehingga waktu kita dapat
terisi. Kita juga jadi pintar memijit-mijit HP, hehe….”
Raita
manggut-manggut mendengarkan kata-kata Tommy. “Kita itu kan pelajar SMA.
Menurut Anda, bagaimana dampaknya terhadap pendidikan atau semangat belajar?”
“Dampaknya
kita jadi punya mitra sekolah. Kalau si dia nyuruh belajar, paling tidak kita
bisa buka-buka buku sedikit. Kalau si dia ngerjain pe-er, paling tidak kita
bisa nyontek-nyontek dikit.”
“Bagaimana
dengan waktu yang terbuang untuk SMS-an dan pacaran, daripada belajar?”
“Kan
udah gue bilang tadi. Waktu kita jadi bisa terisi. Siswa juga nggak boleh
belajar terus, tau. Nanti bisa jebol otaknya.”
“Hmm…
Jadi, lebih banyak mana dampak positif dengan….”
Belum
selesai Raita berbicara, perkataannya sudah harus disela oleh bel sekolah. Jam
istirahat sudah selesai dan Raita ingat kalau setelah ini ada ulangan.
“Yaah,
istirahat udah selesai, Tom. Dilanjutkan besok, ya? Cuma kurang beberapa
pertanyaan aja. Maaf, buru-buru, soalnya habis ini gue ada ulangan,” kata Raita
sambil meninggalkan kelas Tommy.
Berlanjut ke Bagian 2...
Berlanjut ke Bagian 2...