“Hei, kalian! Nggak boleh main
bola di dalam kelas, apalagi waktu jam pelajaran,” larang Mega si bendahara.
“Gurunya kan belum dateng. Denda
aja gurunya. Emangnya ‘dilarang main’ udah lo tulis di buku lo?” tanya Tommy.
“Maksud lu di buku Undang-undang
Kelas? Belum, sih,” jawab Mega.
“Berarti lo nggak bisa ngelarang
kita,” sahut Tommy. Ia pun kembali bermain bola dengan Surdi. Sedangkan Mega
tidak bisa menjawab apa-apa. Dia jadi kesal sendiri.
Game Futsol itu kini populer di kalangan
anak laki-laki. Sejak dikenalkan oleh Tofan saat awal masuk, hampir semua anak
laki-laki memainkannya. Tofan, Erwin, Surdi, dan Tommy bahkan pergi ke warnet
bersama setiap Minggu pagi. Tofan sebenarnya bisa bermain sendiri di rumah,
tapi dia lebih suka pergi dengan teman-temannya.
Tommy dan Surdi bermain sepak bola
di dalam kelas. Anak-anak lain tidak ikut-ikutan karena takut dimarahi Mega.
“Tommy, pemain futsal dan Futsol
terhebat mengoper bola ke Surdi,” kata Tommy sambil mengoper. Gaya bicaranya berlagak
seperti komentator acara sepak bola.
“And Surdi, yang lebih awesome and
handsome dari Tommy akan menyerang gawang lawan. Tapi apa yang terjadi? Surdi
sepertinya akan menggunakan special technique-nya,” lanjut Surdi, masih dengan
gaya bicara komentator. “Fireball Kick!” seru Surdi sok-sokan.
“Jebroot!” tambah Tommy.
Namun, tendangan Surdi meleset
mengenai dinding dan memantul. PRRANG! Bola mengenai jam dinding hingga pecah
dan jatuh. Bola itu kemudian jatuh ke lantai dan menggelinding ke kaki seorang
gadis, Mega.
“SURDIII! TOMMYY!!” teriak Mega.
“Sur, gimana nih?” tanya Tommy
sedikit nyengir.
“I don’t know,” jawab Surdi
takut-takut.
Mega mengambil bola itu, lalu
berdiri. “Siapa yang tadi nendang bola ini?” tanyanya galak.
Semua anak di kelas itu pun menunjuk
Surdi, termasuk Tommy.
“Tom, you kok ikut-ikut nunjuk I?”
tanya Surdi sedikit kesal.
Mega tiba-tiba berada di hadapan
Surdi sambil mencatat di buku sakralnya. “Sur, lu dapet denda,” katanya dengan
mengetuk-ketukkan kaki ke lantai. Ketukan kaki itu tanda kalau Mega sedang
marah.
“Lho, but, tadi I diajak Tommy
main. Ini bukan salah I aja,” elak Surdi.
“Dasar. Lo itu cuma
nyalah-nyalahin orang lain, Sur,” sahut Tommy yang gantian kesal. “Bola itu
dibawa Erwin ke sekolah.”
Erwin jadi terkejut. “Yah… Tom,
kamu sama saja,” kata Erwin. “Tapi aku membawa bola itu karena teman-teman
sedang kecanduan game Futsol yang dikenalkan Tofan.”
Tofan yang sedang asyik bermain
Futsol jadi ikut terkejut. “Lho, kok jadi gue, sih?” tanyanya bingung.
“Kalian semua dikenai denda!” kata
Mega kesal.
“Denda lagi?” seru mereka berempat
kompak.
“Tapi, Meg, seingat gue belum ada
aturan yang mengatur perusakan barang kelas,” kata Tofan, si ketua kelas.
“Yes! Berarti you nggak bisa
ngasih denda kita,” lanjut Surdi sambil menunjuk Mega.
“Semua peraturan itu dibagi
menjadi dua, yaitu tertulis dan tidak tertulis. Kalau begitu aturan yang ngatur
‘merusak barang kelas’ termasuk peraturan tidak tertulis,” sahut Mega. “Kalian
berempat harus mengganti jam dinding itu dengan yang baru dan dikenai denda
biar kapok bermain di kelas lagi atau merusak barang kelas lagi.”
“Tapi kalau itu tidak tertulis,
bagaimana kita tahu mana yang melanggar aturan dan mana yang tidak?” tanya
Erwin.
“Kita kan punya hati nurani. Kita
bisa ngebedain mana yang bener dan salah, mana yang baik dan buruk. Kalau kita
ngelakuin yang salah dan buruk, berarti kita melanggar aturan,” jawab Mega.
“Tapi menurut hati nurani gue,
barang-barang kelas itu dibeli dari uang kelas. Waktu kita mecahin jam tadi
juga kan nggak sengaja, jadinya menurut gue sih, kita nggak berhak dikenai
denda,” bantah Tommy.
“Oke, oke, oke… Gua ngalah, kalian
nggak didenda,” tutur Mega. “Tapi jangan senang dulu. Kalian tetep dihukum biar
kapok.”
“Hukuman apa?” tanya mereka
berempat kompak.
“Hukumannya gampang kok. Kalian
cuma harus makan nasi goreng,” kata Mega. Semua langsung bingung dan hampir
tertawa. “Tapi… makannya di restoran Sambal Setan. Kalian hanya makan, gua yang
bayarin. Gua tunggu di restoran itu hari Minggu besok jam sepuluh tepat.
Gimana?”
“Gue sih terserah, Gan. Tapi gue
nggak tahu tempatnya,” kata Tofan.
“Tak apa-apa, aku tahu tempatnya,”
sahut Erwin.
“It’s okay, asal nggak ngeluarin
money,” tambah Surdi.
“Oke, Meg. Kita sepakat!” Tommy
menyalami Mega sebagai tanda sepakat.
Berlanjut ke Bab 3 (Awal)...