Keesokan harinya pada jam
istirahat, Kunti menghampiri The Rangers yang sedang mengobrol di kantin.
“Tofaan…!” panggil Kunti. “Gawat!
Coba lihat ini.” Kunti menunjuk-nunjuk majalah sekolah yang ia bawa.
Tofan memperhatikan majalah yang
ditunjuk Kunti. Surdi pun berceletuk, “Dasar. Emangnya friend dia cuma Tofan?”
“Tak usah cemburu, Surdi,” sindir
Erwin.
“Huh, siapa yang jealous? I kan
calon gitaris band papan atas. Minimal levelnya itu cewek bule, lah,” sahut
Surdi ngeles.
“Wajar lah, Sur. Tofan itu yang
paling normal di antara The Rangers. Kalau lo pingin ngedapetin hati Kunti,
minimal lo harus waras dulu. Wkwkwk,” sambung Tommy sok tahu.
“Rangers, ini bukan waktu yang tepat untuk ketawa,” kata
Tofan sambil menunjukkan salah satu halaman majalahnya.
TIPS AMAN BERKENDARA MOBIL
Sekolah kita
melarang para siswa membawa mobil ke sekolah. Soalnya membawa mobil cenderung
memberikan permasalahan kepada para remaja, misalnya siswa menjadi sok dan
pamer sehingga menimbulkan niat mencuri, atau munculnya kasta antara siswa kaya
dan siswa miskin. Selain itu, para remaja labil cenderung sembrono dengan
kebut-kebutan di jalan tanpa peduli bahayanya. Nah, di bawah sini terpampang
nyata tips-tips aman berkendara mobil bagi para remaja.
“Terpampang nyata? Emangnya
Syahrini?” komentar Tommy.
“Bukan itunya, Tommy…,” sahut
Kunti agak keki. “Coba lihat foto-foto di bawahnya.”
Tommy terkejut. Ia seperti pernah
melihat foto-foto itu. Lebih tepatnya, berada di sana secara langsung. Di foto
itu, terpampang nyata penyimpangan dalam berkendara mobil, seperti tidak
memakai sabuk pengaman, menerobos saat lampu terlihat merah, dan lain-lain. Dan
masalahnya, pengemudi mobil di foto itu adalah Kunti saat pergi ke konser Kiran
dulu.
“Dari mana the writer dapet foto
itu? And apa tujuannya?” gumam Surdi.
“Bukan hanya itu. Coba lihat foto
ini.” Kunti menunjuk salah satu foto di antara banyak tulisan. “Ada foto Tofan
ndorong mobil gue waktu bensinnya habis. Juga foto Tofan dan gue yang duduk
bareng di depan.”
“Eh, iya, bener. Tujuannya sudah
pasti mau ngejatuhin kita,” sambung Tommy.
“Prediksi gue, bakal muncul
gosip-gosip yang mengganggu kita karena isi majalah ini. Kita harus minta
pertanggungjawaban penulisnya,” sahut Tofan.
“Sial, di sini nggak ditulis nama
writer-nya.”
Bunyi bel terdengar 3 kali, tanda
kalau jam istirahat sudah habis.
“Ya sudah, kita lanjutin besok
aja. Usahain cari tahu penulisnya, ya. Kalau ada petunjuk, besok dibilangin,”
kata Tofan mengakhiri pembicaraan di kantin.
Tak terasa 90 menit telah berlalu,
jam pelajaran sudah habis. Ternyata benar prediksi Tofan, ia dan Kunti
dilirik-lirik siswa lain ketika pulang. Beberapa dari mereka berbisik-bisik di
belakang. Ada juga yang menahan tawa dan senyum-senyum sendiri. Sungguh
perasaan yang tidak enak bagi Kunti dan Tofan.
Saat mereka berdua berpapasan di
tempat parkir, ada juga yang meledek. “Cie… naik mobil berdua…”
Sementara itu, Tommy berjalan
menuju halte depan sekolah untuk menunggu bus. Tiba-tiba tercium bau parfum yang
seperti bau permen karet. Tommy pun mengendus-endus dan menemukan sumber
baunya. Seorang cewek yang sedang duduk-duduk di halte. Cewek itu adalah cewek
cantik yang pernah bertemu dengan Tommy beberapa waktu yang lalu, yaitu Raita.
Secepat kilat, Tommy menghampiri
dan duduk di tempat duduk sebelah Raita yang kosong.
“Hai, Raita!” sapa Tommy.
“Eh, lo lagi. Lo ngikutin gue,
ya?”
“Gue nggak ngikutin lo, cuman hati
kita yang terhubung kayak magnet. Jadinya ketarik deh, ke sini,” gombal Tommy.
“Huh, gombal,” sahut Raita. “Utang
lo nggak lo bayar sekarang aja? Biar lo segera ilang dari hidup gue.”
“Oh iya. Soal utang itu, maaf ya.
Duit gue udah pas buat naik bus. Mungkin besok-besok aja, hehe…” jawab Tommy
sambil nyengir.
Terdengar suara bus yang direm.
Bus itu berhenti di depan halte. Tommy berlari menuju bus, tapi heran melihat
Raita masih duduk-duduk saja.
“Raita nggak naik bus?” tanya
Tommy sewaktu hendak masuk ke bus.
“Nggak. Gue naik odong-odong!”
sahut Raita jutek.
Tommy masuk ke dalam bus. Ia
mendapat tempat duduk di pinggir dekat kaca. Ia pun memandang Raita dari kaca.
Ia sebenarnya mau berkata pada Raita kalau odong-odong tidak lewat depan sekolah,
tapi tidak jadi karena ada seseorang yang mengajak ngobrol Raita. Ia membawa
beberapa majalah sekolah di tangannya.
“Kerja lo bagus. Majalah kita
langsung laris,” kata siswi yang membawa majalah sekolah pada Raita.
Tommy tetap memandang kedua siswi
itu sampai jauh, meski ia tak mendengar apa pun yang dikatakan mereka.
***
Seperti biasa pada jam-jam ini,
Erwin mengambil makan siang di dapur. Ia melakukan itu setiap hari seperti
sudah terjadwal. Biasanya setelah ini, dia akan browsing atau membaca buku
sampai sore, dilanjutkan mandi dan makan malam, baru belajar. Bahkan jika ada
acara atau hari libur pun, ia punya jadwal tersendiri. Jadwal itu seperti sudah
terekam di otaknya.
Kalau tidak sedang lapar, Erwin
selalu susah makan. Ia tak bernafsu, padahal ia selalu punya jadwal harian.
Untuk mengantisipasi, biasanya ia makan di depan TV agar tak terasa makanannya
sudah habis. Seperti yang ia lakukan kali ini. Ia makan bersama Kak Ersa,
kakaknya yang sedang libur kuliah.
Kakaknya yang hobi menonton TV itu
sedang melihat acara infotainment, acara yang sama sekali tidak disukai Erwin.
“Kak, lihat saluran yang lebih
bermutu saja,” saran Erwin.
“Saluran apa? Berita?” tebak Kak
Ersa.
“Bukan. Mister Bean.”
“Ckckck…” Kakak Erwin
geleng-geleng kepala.
Melihat jeda iklan sudah habis, Kak
Ersa menonton TV kembali. Pembawa acaranya berlagak sok misterius, membuat
Erwin keki menonton.
“Setelah hubungannya dengan Pandu,
bermunculan beberapa isu mengenai artis cantik Kiran. Salah satu yang fenomenal
adalah foto mesra antara Kiran dengan seorang pria remaja. Lantas ada hubungan
apakah Kiran dengan pria tersebut? Dan bagaimana dengan Pandu?”
Mendengar perkataan sang pembawa
acara, kepala Erwin sontak menghadap TV, menghentikan makan siangnya.
Berlanjut ke Bagian 3...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar