Rabu, 11 September 2013

Raita si Penulis Bagian 4

Cewek itu dengan cuek hendak berjalan lagi, tapi langkahnya dihentikan Surdi. “Bentar, bentar. You yang namanya Raita, ya?” tanyanya.
“Iya. Emang kenapa? Masalah?” sahut Raita.
“Bukan. Itu, tadi you dipanggil di ruang sekretariat magazine. Ini I sebenarnya mau nyariin you, eh malah pakai acara nabrak-nabrak segala,” jelas Surdi.
“Oh, lo nyariin gue buat ngasih tau itu? Emang gue kenal sama lo?”
“Masa you nggak kenal? I kan calon gitaris band papan atas,” jawab Surdi pede.
“Kan baru calon,” sahut Raita. “Ya udah gue ke ruang sekretariat dulu. Makasih ya, infonya.”
Raita pun meninggalkan Surdi. Surdi tanpa sadar memandanginya terus dari belakang. “Raita itu beautiful juga ternyata,” gumamnya. “Oh iya. I harus beritahu Tofan.” Surdi pun mengeluarkan ponsel dari saku celananya.
Pintu ruang sekretariat majalah terbuka, tak seperti biasanya. Raita mengetuk pintu yang terbuka itu lalu masuk. Ruangan itu sepi dan gelap, seperti tak ada orang. Saat Raita mencoba memeriksa ruangan itu, pintu di belakangnya tiba-tiba ditutup oleh sosok makhluk kecil.
“Waa, tuyul!” Raita menoleh terkejut.
Sosok itu menyalakan lampu dan tampaklah wujud Tommy.
“Lho, lo ngapain di sini?” tanya Raita.
Bukannya menjawab genit seperti biasanya, ia justru menunjuk Tofan, Erwin, dan Kunti yang berdiri di dekat situ. Memang untuk masalah misi seperti ini, Tommy menurut kepada Tofan karena ia percaya Tofan akan melakukan yang terbaik bagi semua.
“Raita, kenapa lo ngelakuin ini semua ke kita?” tanya Kunti emosional.
“Ngelakuin apa?” Raita sok tidak tahu apa-apa.
“Tak perlu emosional, Kunti. Biar Tofan yang menjelaskan,” sahut Erwin.
“Kita udah tahu semua, Raita. Tommy ngeliat lo waktu lo pergi ke PT Suara Bangsa buat nyebarin foto pelukan Erwin dan Kiran. Lo juga ketua pembuatan majalah sekolah. Dengan leluasa, lo bisa masukin foto-foto gue dan Kunti dalam majalahnya. Jadi, lo pasti dalang di balik semua masalah foto kita,” jelas Tofan.
“Tapi, gimana lo bisa tahu? Lo cuma bisa menduga.” Raita mencoba beralasan. “Lo kan nggak tahu apa yang gue lakuin di PT Suara Bangsa. Yang masukin foto-foto kalian juga bisa aja dari teman-teman yang lain.”
“Kalau begitu, katakan apa yang kamu lakukan di PT Suara Bangsa,” pinta Erwin.
“Aduh, apa-apaan sih ini? Kalian lebay deh. Udah, gue mau pulang.”
“Lo harus tanggung jawab, Raita,” kata Kunti menunjukkan foto konyol Raita di ponselnya.
“Eh, dari mana lo dapet foto itu?” Raita terkejut.
“Dari mananya itu nggak penting. Yang penting, lo ngaku atau foto ini gue sebarin,” sahut Kunti.
“Iya deh, iya. Gue yang nyebarin foto-foto kalian. Gue ketemu kalian naik mobil, jadi gue ikutin sambil gue foto. Maafin gue. Gue iri sama persahabatan kalian soalnya gue nggak punya temen kayak gitu. Gue kesepian karena mungkin gue terlalu fokus sama impian penulis gue,” Raita mengaku. Ia kini merasa bersalah.
“Tidak apa-apa. Kadang-kadang aku juga sepertimu. Tetaplah fokus pada impianmu, tapi juga tetap ingatlah dengan hal lain, seperti pergaulan. Kalau kamu ingin, kamu boleh menjadi teman kita,” sahut Erwin.
“Beneran?” Mata Raita membelalak.
“Beneran. Lebih juga boleh kok,” tiba-tiba Tommy ikut menyambung.
“Huh, itu kan maunya lo doang,” sahut Raita jutek.
“Jadi gimana nih? Kita damai?” tanya Tofan.
“Iya. Semuanya, maafin gue ya. Gue nggak bakal ngelakuin hal itu lagi. Gue akan coba ngendaliin emosi gue. Untuk majalah yang lalu, udah terlanjur sih. Mau gimana lagi?” Raita menyalami semua yang ada di ruangan itu, sambil sekali lagi berkata “maaf”.
“Maaf ya, Kun,” kata Raita sambil bersalaman.
“Iya, nggak pa-pa. Gosip kosong lama-lama juga bakal hilang kok,” sahut Kunti.
“Maaf ya, Tom,” Raita menyalami Tommy.
“Iya. Ngomong-ngomong, tangan kamu halus deh.”
“Huh, gombal,” sahut Raita masih jutek. “Tapi kayaknya sahabat kalian masih kurang satu deh.”
“Iya, nih. Surdi kok belum nyusul?”
Sementara itu, Surdi yang memakai kacamata hitam sedang kehilangan arah. Dalam berjalan, ia beberapa kali menabrak benda seperti tembok, pohon, bahkan guru yang lewat. Entah kacamatanya yang terlalu gelap atau Surdi yang bego, tak ada yang tahu. Yang pasti kacamata itu benar-benar tak cocok bagi Surdi.

TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar