Rabu, 18 September 2013

Pameran Cihuy Bagian 1

M
INGGU esok, ada yang berbeda di SMA Kusuma. Mengapa? Karena SMA Kusuma akan berulangtahun. Cihuy! Dan seperti pada tahun-tahun sebelumnya, akan mengadakan pameran bertajuk Kusuma Expo. Tapi berbeda, pada tahun ini, pamerannya akan lebih meriah karena ini adalah ulangtahun sekolah ke-25. Jika itu ulangtahun perkawinan, sudah perkawinan perak namanya.
Bagi siswa-siswa seperti Tommy, minggu esok terasa bagai angin sejuk. Tiada pelajaran yang membebani otak, juga ulangan maupun remedial. Namun, pada minggu terakhir sebelum pameran, justru ada sesuatu yang membebani hati Tommy.
Tommy sering melihat Surdi bersama dengan Raita akhir-akhir ini. Entah bagaimana, Tommy merasa keberatan alias jealous. Pertemuan dengan Raita sebelum ini telah menumbuhkan rasa berbeda di hati Tommy. Yah, bagi Tommy, Raita itu cantik, wangi, pintar menulis, aktif, idaman banget pokoknya.
Saat pulang, Tommy keluar kelas bersama Erwin. Biasanya, ia ikut Erwin menunggu Surdi dan Tofan di kelas sebelah. Tapi tak seperti biasanya, Surdi sudah di luar kelas… sedang mengobrol dengan Raita!
Takut jika perasaannya ini bisa dideteksi, ia lebih memilih berbohong dan kabur. “Win, perut gue sakit nih. Kayaknya bakal lama di toilet. Gue duluan aja, ya,” katanya ekspresif sambil memegang perut. Saking ekspresifnya, mukanya yang imut-imut jadi amit-amit.
“Iya, tidak apa-apa, Tom,” sahut Erwin singkat.
Tommy berlari ke toilet supaya terlihat meyakinkan. Tapi sesampainya di sana, ia justru kebelet beneran.
“Aduh, perut gue beneran sakit, nih. Ini pasti gara-gara sambel korek Emak tadi malem,” kata Tommy yang kini serius memegang perutnya. Tanpa pikir panjang, ia langsung masuk ke dalam toilet.
Erwin yang setiap hari membonceng Surdi ke sekolah, kini sedang ikut nimbrung dengan Surdi dan Raita. Sedangkan Tofan yang aktif itu sedang mengurusi pameran sekolah minggu depan. Berbeda dengan Tommy, adanya pameran sekolah justru terasa bagai angin panas bagi Tofan. Buktinya, ia berkeringat terus karena sibuk mengurusi pameran itu.
“Sur, ekstranya mau mulai, nih,” kata Raita.
“Okay,” sahut Surdi. “Mm… Win, nanti you pulangnya bareng Tommy, ya. Lho? Where is Tommy?”
“Katanya, dia ke toilet dulu. Perutnya sakit,” jawab Erwin.
“Oh, ya sudah. I ikut extracuricular dulu ya, Win,” sahut Surdi lagi. Ia dan Raita pun pergi ke aula meninggalkan Erwin.
Erwin pun pergi ke toilet menunggu Tommy keluar. Pulang tak bersama Surdi sudah biasa Erwin jalani. Hampir setiap minggu, saat Surdi ikut ekstra seni musik. Tapi bukan masalah karena Erwin bisa pulang bersama temannya yang lain.
Tak lama kemudian, Tommy keluar dari toilet. Ia terkejut melihat Erwin menunggunya.
“Eh, Erwin. Ada apa?” tanya Tommy.
“Ayo, kita pulang bersama. Surdi sedang ikut ekstra seni musik,” sahut Erwin.
“Oh gitu,” Tommy manggut-manggut. “Ayo. Tapi tadi kenapa Surdi sama Raita? Emangnya Raita juga ikut seni musik?”
“Iya. Dia kan vokalis. Masa kamu baru tahu?”
“Iya, gue baru tahu, hehe…” Tommy nyengir.
Tommy dan Erwin berjalan menuju halte depan sekolah. Kemudian mereka pun naik bus bersama. Beruntung, mereka mendapat tempat duduk bersebelahan. Mengisi waktu, Tommy mencoba mengorek lebih dalam soal Surdi dan Raita.
“Win, ngomong-ngomong, kenapa belakangan ini Surdi deket sama Raita, ya?” tanya Tommy.
“Ternyata Tommy bisa cemburu juga, ya. Kukira kamu mudah gonta-ganti perempuan,” sahut Erwin.
Muka Tommy bersemu merah. “Siapa yang cemburu? Semua cewek kalo gue deketin juga mau,” Tommy ngeles sok-sokan.
“Tak usah malu, Tom. Kelihatan kok,” goda Erwin.
“Masa kelihatan kalo gue suka sama Raita?” Tommy keceplosan, baru sadar kalau barusan dia dites Erwin.
“Cie… Ternyata dugaanku benar. Hehe…” sahut Erwin sambil cengengesan.
“Huh, ketahuan, deh. Jadi lo tahu nggak soal hubungan Surdi sama Raita?”
“Aku kurang tahu, sepertinya hanya teman biasa,” jawab Erwin.
“Hmm… Ya sudah lah.”
***
Pada hari Senin dan Selasa, dilakukan persiapan pameran. Pameran dilakukan di lapangan sekolah. Pada hari-hari tersebut, para siswa sibuk memasang stand dan dekorasi. Baru pada hari Rabu, pameran itu dibuka dengan acara sepeda santai.
Dari depan sampai belakang sekolah, berbaris para pesepeda seperti prajurit kavaleri yang hendak menyerbu suatu daerah. Bedanya, prajurit itu berseragam olahraga dan menunggangi sepeda.
Meski yang naik sepeda itu hanya perwakilan setiap kelas, tapi acara tersebut berlangsung meriah. Para pesepeda itu bersepeda melalui rute yang sudah ditentukan, memberi pemandangan berbeda bagi siapa saja yang melihat.
Di saat siswa-siswa itu melewati sebuah SD, anak-anak SD sedang membeli jajan di luar. Sepertinya mereka sedang istirahat. Mengetahui ada rombongan pesepeda di luar, mereka pun menontonnya. Anak-anak SD yang perempuan saling berbisik-bisik, apalagi ketika Erwin dan Tommy lewat.
“Mas-nya yang itu ganteng, ya?” kata salah satu dari mereka sambil menunjuk-nunjuk.
Tommy yang mendengar itu langsung menyahut dengan ge-er. “Makasih, Dek.”
Anak itu balas menyahut dengan suara keras dan cempreng. “Lho, Mas-nya masih kecil kok boleh ikut?”
Telinga Tommy langsung panas mendengar itu. Ia serasa ingin melempar sepatunya pada anak tersebut. Untunglah, Tofan datang meredakan suasana.
“Hai, Gan!” sapa Tofan pada Erwin dan Tommy.
“Lho, ada Tofan. Kamu ikut bersepeda?” sahut Erwin.
“Iya, nih. Sekalian santai sedikit,” kata Tofan.
“Oh, begitu. Apa Surdi juga ikut?” tanya Erwin.
“Kayaknya di depan, sama si Raita.”
“Hah? Sama Raita?” Tommy terkejut. Tanpa sadar, ia tak mengayuh lagi sepedanya. Hatinya serasa dingin meski sinar mentari sedang terik.
Lambat laun, sepeda Tommy berhenti sendiri. Dari belakang, Agus si gemuk sedang ngebut dengan sepeda mahalnya. Melihat Tommy menghadang lajunya, ia mencoba menghindar, tapi seorang pengendara motor menyerempetnya hingga jatuh.
Pengendara motor itu cuek dan tetap melaju. Setelah kejadian balapan dengan Erwin, kini Agus sekali lagi menerima tabrak lari. Terlihat di tengah jalan, ia terbaring dengan luka di sikut dan lutut kanannya. Sepedanya terbaret dan rodanya peyok.

Melihat itu, tanpa pikir panjang Tommy langsung menghampiri. Ia mengguncang bahu Agus sambil berkata, “Gus! Bangun, Gus! Kalo lo mati, gue nggak bisa utang lagi sama lo.”
Berlanjut ke Bagian 2...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar