Minggu, 15 Desember 2013

Dunia Maya Bagian 2

Sesampainya di mall, Tofan dan Maya pun berjalan-jalan. Ai, Tommy, Surdi, dan Erwin yang kurang kerjaan mengawasi mereka dari belakang.
“Kita mau ke mana?” tanya Tofan.
“Jalan-jalan dulu aja, yuk,” ajak Maya.
Mereka berdua berjalan-jalan tak tentu arah. Ketika Maya melihat deretan busana di sebuah toko, ia seketika menarik tangan Tofan mengajaknya masuk ke sana. Tofan yang ditarik tangannya merasa gugup dan salah tingkah. Jarang-jarang ada cewek mau berpegangan dengannya.
Maya dengan asyik melihat-lihat deretan baju dan celana. Ia memilih-milih pakaian yang pas untuknya. Tofan yang melihat itu sampai merasa bosan, lalu duduk di atas sebuah kursi plastik.
“Fan, yang ini cocok buat aku, nggak?” tanya Maya sambil menunjuk sebuah kaos.
“Hah… yang itu? Iya, cocok kok,” sahut Tofan sekenanya.
“Kalau yang ini?” tanya Maya lagi menunjuk sebuah celana panjang.
“Wah… cocok banget,” sahut Tofan lagi. Sebenarnya ia tak begitu paham soal cocok atau tidak cocok dalam berpakaian. Baginya, semua pakaian hampir sama, hanya warna dan harga yang membedakan.
“Beneran? Aku juga suka, sih,” sambung Maya. Ia pun melihat label harganya. “Mm… tapi harganya segini. Uangku cukup apa nggak, ya?”
Maya mengambil dompet di tas kecilnya. Dompet tebal Maya berisi beberapa lembar uang berwarna biru dan merah. Namun, Maya berkata, “Wah, masih nggak cukup. Gimana, nih? Padahal udah cocok banget.”
Maya seakan memberi kode pada Tofan. Tofan di sebelahnya pun bertanya, “Emang harganya berapa?”
Maya menunjukkan label harganya dan mata Tofan langsung membelalak. Yang bener aja…, batinnya. Ia sebenarnya ingin membelikan Maya agar membuatnya senang, tapi ia tak membawa uang banyak.
“Kamu pasti udah punya banyak celana kan? Mending kita beli yang kita butuhin, bukan yang kita pingin,” Tofan ngeles karena tak punya uang.
“Oh, begitu. Emangnya yang kita butuhin apa?” tanya Maya.
“Kalo aku sih, butuh makanan,” jawab Tofan.
“Ya udah, ayo beli makan.”
Tofan dan Maya pun mencari makan di mall itu. Ketika melewati restoran fast-food yang terkenal mahal, Maya bingung. Dia mengira akan makan di sana.
“Lho, nggak makan di sana?” tanya Maya sambil menunjuk restoran itu.
“Nggak ah, nggak suka. Fast-food nggak baik buat kesehatan,” sahut Tofan sok-sokan.
Tofan membawa Maya ke Indoresto, restoran langganan The Rangers. Selain itu, di sini harganya terjangkau dan makanannya 100% Indonesia.
“Ayo, masuk. Kita makan di sini, May,” ajak Tofan.
“Indoresto?” Maya masuk, lalu duduk satu meja dengan Tofan. Ketika pelayan memberikan menu, Maya heran karena isinya hanya makanan Indonesia. “Kenapa nggak ada makanan luar negeri?”
“Namanya juga Indoresto, ya dari Indonesia. Lagipula dari hal kecil ini, kita bisa belajar mencintai produk negeri sendiri,” sahut Tofan.
Maya sedikit cemberut, tapi tetap makan dengan Tofan. Setelah selesai makan, mereka berdua kembali berjalan-jalan.
“Sekarang kita ke mana?” tanya Maya.
“Kita nyari hiburan,” jawab Tofan.
“Hiburan apa? Nonton di bioskop?”
“Aku nggak suka nonton film. Soalnya kita cuma sebagai penonton, bukan pelaku,” jawab Tofan lagi.
“Terus kita ke mana?” tanya Maya lagi.
Tofan menunjuk suatu tempat gemerlapan yang bersuara ramai. Tempat itu adalah sebuah zona permainan. Maya terkejut sambil geleng-geleng kepala. Ia baru tahu ada cowok bukannya mengajak cewek ke bioskop, justru ke zona permainan.
Tofan menukarkan uangnya menjadi koin-koin permainan itu, lalu mulai asyik bermain. Ia mengajak Maya untuk ikut, tapi Maya menolak. Maya berkata akan menunggu di sebuah kios minuman.
Namun, beberapa menit menunggu di kios minuman, Maya berjalan pergi. Ai dan Ranger lain yang mengawasinya jadi heran. Mereka pun membuntuti Maya, sedangkan Tofan masih bermain di sana. Sepanjang perjalanan, Maya membuka sebuah dompet dari sakunya dan menghitung uangnya.
“Yah… cuma sedikit. Dasar, nggak berguna,” gumam Maya sambil terus berjalan.
Mendengar itu, Ai dan Ranger lain jadi curiga. Ditambah lagi, dompet yang Maya bawa mirip dengan dompet Tofan.
“Cepat, coba telepon Tofan. Mungkin itu dompetnya,” suruh Erwin.
Surdi pun menelepon Tofan. Tofan yang sedang asyik bermain, terkejut mendengar ponselnya berbunyi.
“Fan, dompet you masih?” tanya Surdi lewat telepon.
“Maksud lo?”
“Coba periksa dompet you,” sahut Surdi.
Tofan memeriksa dompet di sakunya. “Eh, dompet gue nggak ada.”
“Cepetan you ke sini. I and friends ada di depan book store,” sahut Surdi lagi.
“Bentar, tanggung nih game-nya.”
“You mau dompet you balik apa nggak, sih?” tanya Surdi gemas. Ia lalu mematikan teleponnya.
“Eh, tunggu, Sur. Kalau kita menunggu di sini, kita bisa kehilangan jejak Maya,” kata Erwin.
“Gue punya solusinya,” sahut Tommy. “Lo sama Surdi nunggu di sini, sementara gue sama Ai-chan mbuntutin Maya. Kalo udah ada Tofan, hubungi gue.”
Tommy cari-cari kesempatan, batin Surdi dan Erwin. Namun, mereka tetap menuruti usul Tommy. Tommy dan Ai pun membuntuti langkah Maya.
Di tengah perjalanan, Maya terlihat menelepon seseorang, tapi suaranya tak terdengar karena jaraknya tak cukup dekat dan mall sedang ramai. Kemudian setelah ia mengambil uang dari dompet itu, Maya membuang dompetnya. Ai dan Tommy yang melihat itu langsung menghampiri tempat sampah dan memeriksa dompetnya.
“Iya, bener. Ini dompet Tofan,” kata Tommy melihat foto Tofan di dalamnya.
Berlanjut ke Bagian 3...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar