Rabu, 21 Mei 2014

Bab 2: Mega si Bendahara (Akhir)

“Hei, kalian! Nggak boleh main bola di dalam kelas, apalagi waktu jam pelajaran,” larang Mega si bendahara.
“Gurunya kan belum dateng. Denda aja gurunya. Emangnya ‘dilarang main’ udah lo tulis di buku lo?” tanya Tommy.
“Maksud lu di buku Undang-undang Kelas? Belum, sih,” jawab Mega.
“Berarti lo nggak bisa ngelarang kita,” sahut Tommy. Ia pun kembali bermain bola dengan Surdi. Sedangkan Mega tidak bisa menjawab apa-apa. Dia jadi kesal sendiri.
Game Futsol itu kini populer di kalangan anak laki-laki. Sejak dikenalkan oleh Tofan saat awal masuk, hampir semua anak laki-laki memainkannya. Tofan, Erwin, Surdi, dan Tommy bahkan pergi ke warnet bersama setiap Minggu pagi. Tofan sebenarnya bisa bermain sendiri di rumah, tapi dia lebih suka pergi dengan teman-temannya.
Tommy dan Surdi bermain sepak bola di dalam kelas. Anak-anak lain tidak ikut-ikutan karena takut dimarahi Mega.
“Tommy, pemain futsal dan Futsol terhebat mengoper bola ke Surdi,” kata Tommy sambil mengoper. Gaya bicaranya berlagak seperti komentator acara sepak bola.
“And Surdi, yang lebih awesome and handsome dari Tommy akan menyerang gawang lawan. Tapi apa yang terjadi? Surdi sepertinya akan menggunakan special technique-nya,” lanjut Surdi, masih dengan gaya bicara komentator. “Fireball Kick!” seru Surdi sok-sokan.
“Jebroot!” tambah Tommy.
Namun, tendangan Surdi meleset mengenai dinding dan memantul. PRRANG! Bola mengenai jam dinding hingga pecah dan jatuh. Bola itu kemudian jatuh ke lantai dan menggelinding ke kaki seorang gadis, Mega.
“SURDIII! TOMMYY!!” teriak Mega.
“Sur, gimana nih?” tanya Tommy sedikit nyengir.
“I don’t know,” jawab Surdi takut-takut.
Mega mengambil bola itu, lalu berdiri. “Siapa yang tadi nendang bola ini?” tanyanya galak.
Semua anak di kelas itu pun menunjuk Surdi, termasuk Tommy.
“Tom, you kok ikut-ikut nunjuk I?” tanya Surdi sedikit kesal.
Mega tiba-tiba berada di hadapan Surdi sambil mencatat di buku sakralnya. “Sur, lu dapet denda,” katanya dengan mengetuk-ketukkan kaki ke lantai. Ketukan kaki itu tanda kalau Mega sedang marah.
“Lho, but, tadi I diajak Tommy main. Ini bukan salah I aja,” elak Surdi.
“Dasar. Lo itu cuma nyalah-nyalahin orang lain, Sur,” sahut Tommy yang gantian kesal. “Bola itu dibawa Erwin ke sekolah.”
Erwin jadi terkejut. “Yah… Tom, kamu sama saja,” kata Erwin. “Tapi aku membawa bola itu karena teman-teman sedang kecanduan game Futsol yang dikenalkan Tofan.”
Tofan yang sedang asyik bermain Futsol jadi ikut terkejut. “Lho, kok jadi gue, sih?” tanyanya bingung.
“Kalian semua dikenai denda!” kata Mega kesal.
“Denda lagi?” seru mereka berempat kompak.
“Tapi, Meg, seingat gue belum ada aturan yang mengatur perusakan barang kelas,” kata Tofan, si ketua kelas.
“Yes! Berarti you nggak bisa ngasih denda kita,” lanjut Surdi sambil menunjuk Mega.
“Semua peraturan itu dibagi menjadi dua, yaitu tertulis dan tidak tertulis. Kalau begitu aturan yang ngatur ‘merusak barang kelas’ termasuk peraturan tidak tertulis,” sahut Mega. “Kalian berempat harus mengganti jam dinding itu dengan yang baru dan dikenai denda biar kapok bermain di kelas lagi atau merusak barang kelas lagi.”
“Tapi kalau itu tidak tertulis, bagaimana kita tahu mana yang melanggar aturan dan mana yang tidak?” tanya Erwin.
“Kita kan punya hati nurani. Kita bisa ngebedain mana yang bener dan salah, mana yang baik dan buruk. Kalau kita ngelakuin yang salah dan buruk, berarti kita melanggar aturan,” jawab Mega.
“Tapi menurut hati nurani gue, barang-barang kelas itu dibeli dari uang kelas. Waktu kita mecahin jam tadi juga kan nggak sengaja, jadinya menurut gue sih, kita nggak berhak dikenai denda,” bantah Tommy.
“Oke, oke, oke… Gua ngalah, kalian nggak didenda,” tutur Mega. “Tapi jangan senang dulu. Kalian tetep dihukum biar kapok.”
“Hukuman apa?” tanya mereka berempat kompak.
“Hukumannya gampang kok. Kalian cuma harus makan nasi goreng,” kata Mega. Semua langsung bingung dan hampir tertawa. “Tapi… makannya di restoran Sambal Setan. Kalian hanya makan, gua yang bayarin. Gua tunggu di restoran itu hari Minggu besok jam sepuluh tepat. Gimana?”
“Gue sih terserah, Gan. Tapi gue nggak tahu tempatnya,” kata Tofan.
“Tak apa-apa, aku tahu tempatnya,” sahut Erwin.
“It’s okay, asal nggak ngeluarin money,” tambah Surdi.
“Oke, Meg. Kita sepakat!” Tommy menyalami Mega sebagai tanda sepakat.
Berlanjut ke Bab 3 (Awal)...

2 komentar:

  1. weey..mana lanjutannya ? di tungu niih..

    BalasHapus
    Balasan
    1. maaf ya, penulis lg banyak kerjaan hehe. lanjutannya akan terbit segera, tp makasih udh suka the rangers :)

      Hapus