Rabu, 14 Mei 2014

Bab 2: Mega si Bendahara (Awal)

S
UDAH pukul enam pagi. Seorang gadis berseragam putih biru pun baru saja selesai memakan sarapannya. Ia lalu beranjak dari kursi, pergi ke teras rumahnya yang asri nan megah. Di sana seorang pemuda tengah duduk-duduk santai sambil membaca koran.
“Mas Bejo, ayo kita berangkat!” kata gadis itu pada si pemuda.
“Siap, Non!” sahut pemuda itu sambil meletakkan koran ke atas meja di sebelahnya. Begitu dia melihat wajah putri majikannya, ia kembali menyahut. “Non, rambutnya…”
“Rambut?” Gadis itu meraba rambutnya. “Oh, iya. Kurang satu pelengkap penting.”
Gadis itu berlari menuju kamarnya. Ia berkaca sambil memakai jepit rambut untuk menjepit poni panjangnya yang menutupi mata. Kini, penampilannya sudah cantik dengan rambut hitam sepundak dan jepit rambut yang membelah poninya.
“Mega, penampilan lu kini sudah sempurna,” katanya pada diri sendiri.
Ia pun berangkat sekolah diantar Mas Bejo dengan mobilnya. Kira-kira pukul setengah tujuh, ia sudah sampai di kelas.
 Setelah menaruh tasnya, ia mengeluarkan pulpen dan buku catatan berjudul “Undang-undang Kelas”. Buku itu adalah buku sakral yang mengatur seluruh kegiatan kelas 7H. Jika saja ada pelanggaran undang-undang, dia akan mencatat dengan cepat dan menagih denda bagi pelanggar. Mungkin sistem denda ini membuat siswa disiplin, tetapi di sisi lain juga mengekang dan membuat siswa terkena kanker (kantong kering).
Jika ada yang protes, proteslah pada Tofan, ketua kelas 7H dengan kebijakannya tanpa uang kas wajib. Namun kebetulan, kebijakan itu cocok sekali dengan gadis bendahara itu, sehingga tak ada yang berani protes, kecuali... duet maut Surdi dan Tommy.
Lihat saja, Surdi baru saja masuk kelas. Tapi tiba-tiba gadis bendahara itu datang menyongsongnya. “Sur, denda seribu rupiah, soalnya lu nggak piket.”
“Mega, I bukannya nggak piket, but not… yet... Now, I mau piket biar nggak didenda,” sahutnya. Surdi lalu segera mengambil sapu di pojok kelas dan mulai menyapu.
Kriiiiiiing! Bel masuk berbunyi. Surdi yang sedang menyapu dihampiri lagi oleh Mega. “Sur, denda seribu rupiah.”
“Lho, I kan piket. Lagipula, the teacher belum dateng,” sahut Surdi.
“Tapi, menurut Undang-undang Kelas pasal dua ayat tiga tertulis: ‘Barangsiapa yang sedang piket tetapi belum membersihkan kelas hingga bel masuk berbunyi dikenai denda seribu rupiah’,” kata Mega.
“I barusan sebelum the bell was ringing, udah nyapu sebentar. Berarti nggak didenda because nggak ada yang menyebutkan lama waktunya,” bantah Surdi.
“Oke,”  kata Mega. “Tapi jangan senang dulu. Lu tetap terjerat Undang-undang Kelas pasal dua ayat dua, yaitu: ‘Barangsiapa yang sedang piket wajib masuk kelas maksimal pukul tujuh kurang lima belas menit atau akan dikenai denda lima ratus rupiah’.”
“Huuh…” Surdi mengembuskan nafas panjang. “Ya udah, deh. I will pay it.”
Sementara itu, di bangku pojok beberapa anak laki-laki berkerumun. Surdi pun menghampiri mereka.
“What’s going on?” tanya Surdi sok-sokan. Terlihat anak-anak sedang menonton game online di laptop Tofan. Game itu bernama “Futsol – Futsal Online” dengan mottonya: “Berolahraga tanpa berkeringat”. Di game itu, player bukan mewakili satu grup, tapi satu pemain, sehingga butuh sepuluh player untuk mulai bermain Futsol.
“Oh, game itu. I sudah level two, lho,” pamer Surdi.
“Level dua lo pamerin? Tofan udah level lima,” sahut Tommy.
“Wow, cepet banget!” kata Surdi.
“Maklum, Sur. Tofan main Futsol tiap hari. Kalo kita kan cuma tiap Minggu pagi ke warnet,” sahut Tommy lagi.
“Kalo begitu… ayo main Futsol lagi the next Sunday!” kata Surdi bersemangat. “Oh iya. Win, apa you bawa the ball?” tanya Surdi pada Erwin yang tengah menonton laptop Tofan.
“Iya, aku bawa,” jawab Erwin. Dia kemudian pergi ke bangkunya dan mengeluarkan bola sepak dari tasnya yang menggembung.
Tommy pun menggiring bola sepak itu dalam kelas. “Ayo, Sur, kita main!” ajaknya.
“Okay!” jawab Surdi.
“Hei, kalian! Nggak boleh main bola di dalam kelas, apalagi waktu jam pelajaran,” larang Mega si bendahara.
“Gurunya kan belum dateng. Denda aja gurunya. Emangnya ‘dilarang main’ udah lo tulis di buku lo?” tanya Tommy.
Berlanjut ke Bab 2 (Akhir)...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar