Beberapa
menit kemudian, Emak datang membawa nampan. Di atasnya ada sepiring sarapan,
sebotol air minum, obat kapsul, dan kompres demam.
“Daripada
ngomong-ngomong nggak jelas, mending kamu makan nih sarapan. Minum yang banyak,
udah Emak siapin sebotol. Abis itu minum obat, pake kompres, terus istirahat
lagi.”
“Iya,
Mak,” sahut Tommy. Tiba-tiba saja, hatinya tergerak untuk bertanya. “Maak,
boleh nanya?”
“Nanya
apaan?” Emak balas bertanya dengan lagak cuek.
“Emak…
Emak pernah pacaran?”
Emak
nyengir mendengar Tommy bertanya. “Ya pernah lah, masa ketemu Bapak langsung
nikah? Tapi sebelum sama Bapak emang belum pernah pacaran, sih. Soalnya kata
almarhum kakek kamu dulu, jangan pacaran dulu waktu sekolah. Mungkin karena
faktor nggak laku juga kali, ya, hehe… Tapi kalo dulu waktu SMA ada cowok yang
nembak, mungkin bakal Emak terima kali. Soalnya dulu kan temen-temen Emak udah
pada pacaran, masa Emak belum? Gengsi dong. Yaa, namanya darah muda.”
“Hehe,
ya udah, Mak. Tommy sarapan dulu,” ujar Tommy.
“Hmm…
bocah aneh,” gumam Emak sambil keluar membawa nampan kosong.
Tommy
makan sambil terus memikirkan kata-kata Emak tadi. Ia tersenyum dan merasa
sudah mulai paham.
***
Tok,
tok, tok! Terdengar suara pintu rumah Tommy diketuk. Emak Tommy yang baru
selesai memasak pun cepat-cepat membukakan pintu. Setelah membuka pintu,
tampaklah anak-anak berseragam putih abu-abu di hadapannya. Mereka adalah
Erwin, Surdi, Tofan, Kunti, Raita, dan Ai.
“Eh
temen-temennya si Tommy, ya? Ayo, masuk dulu,” kata Emak mempersilakan mereka.
“Ada acara apa, nih, rame-rame ke sini?”
“Nggak
pa-pa, Tante. Cuma mau njenguk Tommy aja,” sahut Tofan.
“Ah,
padahal baru nggak masuk sehari, repot-repot ke sini segala,” ujar Emak ramah.
“Hihi…
Nggak repot kok, Tante,” sahut Kunti. “Ngomong-ngomong, Tommy ada di rumah,
Tante?”
“Iya.
Dia lagi di kamarnya. Biar Tante panggilin,” kata Emak sambil kemudian pergi ke
belakang. “Toom, keluaar. Di depan ada temen-temenmu, tuh,” panggil Emak dengan
keras dari luar kamar.
“Hah,
temen-temen?” gumam Tommy.
Tommy
yang semula tiduran di ranjang langsung terbangun dan cepat-cepat keluar kamar.
Panasnya sudah turun sedikit. Ia pun melepas kompresnya dan dengan lincah
langsung menuju ruang tamu.
“Lho,
kalian ngapain kemari?” tanya Tommy.
“Njenguk
you lah. And mau tell you something aja,” jawab Surdi.
“Ai
mendapat juara satu lomba tadi, Tom,” sambung Erwin. “Beri selamat dong, Tom.”
“Wah,
juara satu? Selamat ya, Ai-chan.” Tommy menghampiri Ai, lalu menyalaminya.
Namun, ekspresi Ai justru cemberut. “Mukanya Ai-chan kok gitu? Harusnya kan
seneng.”
“Gimana
saya senang kalau pacar saya ternyata sakit?” tutur Ai.
“Hehe…
maaf, ya, Ai-chan. Aak Tommy nggak ngasih tahu dulu, soalnya takut kalo Ai-chan
kepikiran terus nggak fokus sama lombanya.”
Ai
menempelkan tangannya ke dahi Tommy. “Nggak pa-pa, panasnya udah turun kok,”
kata Tommy menenangkan.
“Oh
iya, Tom. Wawancara yang kemarin gue lanjutin, ya, hehe… Sori buru-buru plus
mendadak, soalnya bentar lagi udah mau dikumpulin,” ujar Raita.
“Iya,
nggak pa-pa. Gue siap diwawancarai kapan pun,” sahut Tommy sok-sokan. “Eh,
Ai-chan nggak cemburu, kan?”
“Enggak,
Tommy-kun. Nggak pa-pa kok, aku yang salah. Aku yang harusnya introspeksi,”
sahut Ai.
“Ai,
nggak ada yang true or false in love,” Surdi tiba-tiba menanggapi.
“Bener,
Sur. Gue setuju,” dukung Tommy.
“Oke,
Tom. Pertanyaan gue mulai. Dalam berpacaran, menurutmu, lebih banyak mana
dampak positif dengan negatifnya?” tanya Raita.
Tommy
tersenyum kemudian menjelaskan pemikirannya. “Menurut gue, setiap hal punya
dampak positif sama negatifnya. Nggak ada yang positif aja, atau pun negatif
aja. Contohnya nyontek. Nyontek emang perbuatan yang buruk, tapi ada dampak
positifnya, misalnya ngelatih otot mata, bikin taktik atau strategi, dan
lain-lain, hehe… Sama kayak pacaran. Pacaran mungkin ngabisin duit, waktu,
tenaga, tapi apa pacaran sepenuhnya jelek? Enggak. Pacaran itu termasuk tahap
kehidupan, tahap remaja yang mesti kita lewati biar jadi lebih dewasa.”
“Oke.
Tapi Anda tentu nggak bisa memungkiri kalo pacaran punya dampak buruk. Nah,
bagaimana cara Anda menghilangkan atau mengurangi dampak buruk tersebut?”
“Lo
juga nggak bisa mungkirin kalo hampir setiap remaja pernah ngalamin yang
namanya pacaran. Mereka ngelakuin itu soalnya udah ada sifat-sifat alami remaja
dalam diri mereka. Kita nggak bisa ngilangin pacaran mereka. Cuma, kita butuh ‘rem’.
Rem untuk nggak kebanyakan pacaran dan lihat-lihat situasi kondisi saat
pacaran. Juga rem untuk nggak ngelupain kewajiban-kewajiban kita. Sama yang
terakhir, rem supaya kita nggak kebablasan pacarannya. Caranya yaitu selalu
inget sama Sang Pencipta,” jelas Tommy panjang lebar.
“Jawaban
yang sangat memuaskan, Tommy. Pertanyaannya udah selesai. Makasih, ya,” kata
Raita sambil mencatat dalam catatan kecil.
“Iya,
sama-sama.”
Tiba-tiba
Emak muncul membawa nampan berisi gelas-gelas minuman. “Pada ngomongin apa,
sih? Kayaknya seru banget. Tommy sampe keliatan udah sehat lagi. Silakan
diminum dulu, gih.” Emak mempersilakan minum sambil menaruh gelas-gelas di atas
meja.
“Iya,
gak usah repot-repot, Tante,” kata Ai sungkan.
“Nggak
repot kok. Ngomong-ngomong, kamu cantik. Kayaknya cocok sama anaknya Tante,”
goda Emak sambil nyengir.
Ai
pun tersipu malu.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar