Rabu, 16 Oktober 2013

Cita-cita Erwin Bagian 1

S
ETELAH mengenal Raita, Erwin terkadang merasa iri. Ia iri kepada Raita yang memiliki cita-cita yang jelas dan semangat berapi-api untuk meraihnya. Erwin jadi ingin merancang cita-citanya kelak. Kata Kak Ersa, cita-cita yang paling baik itu yang berdasarkan hobi atau kesukaan. Namun, hobi Erwin adalah membaca, lantas apa cita-citanya? Pembaca?
 Ngomong-ngomong soal membaca, di salah satu mal di kota itu sedang diadakan pameran buku murah. Mengetahui acara tahunan ini diadakan, Erwin siap-siap hunting buku siang ini, bersama The Rangers, tentunya. The Rangers sudah biasa pergi ke mal itu setiap ada pameran dan semacamnya.
Sepulang sekolah, The Rangers pergi ke mal itu. Erwin berboncengan dengan Surdi dan Tommy berboncengan dengan Tofan. Udara panas dan polusi kendaraan menemani mereka dalam perjalanan. Untunglah, udara panas dan polusi terganti ketika mereka masuk ke dalam mal.
Melihat pameran buku dalam mal, Erwin langsung asyik sendiri mencari-cari buku dan seakan lupa daratan. Teman-temannya sudah biasa dengan keadaan ini.
Krucuk, krucuk… Terdengar suara perut Tommy yang kelaparan. “Temen-temen, makan dulu, yuk,” ajak Tommy.
“Iya nih, I juga lagi hungry,” sahut Surdi.
Tofan melihat Erwin masih asyik hunting buku. Ia pun berkata padanya, “Gan, masih sibuk nyari buku? Kita mau makan, nih. Apa kita makan duluan, nanti lo nyusul?”
“Iya, terserah. Begitu juga tidak apa-apa,” jawab Erwin.
Mereka bertiga pergi ke restoran cepat saji di mal itu. Namanya Indoresto. Tempat itu adalah favorit mereka di mal karena menyajikan kuliner Indonesia yang tak kalah dengan kuliner mancanegara.
Erwin memandangi mereka bertiga yang tengah berbisik-bisik mencurigakan. Namun, Erwin tak berpikir aneh-aneh dan kembali hunting buku.
Erwin memilih beberapa komik Jepang dan novel Sherlock Holmes. Selain cerita-cerita lucu atau petualangan, Erwin juga suka cerita detektif semacam Sherlock Holmes. Setelah mendapat yang diinginkan, Erwin pun menuju meja kasir untuk membayar.
“Semuanya enam puluh ribu,” kata kasirnya.
Erwin memeriksa sakunya, namun dompetnya tiba-tiba saja hilang. Ia yakin terakhir kali menaruh dompetnya dalam saku celana. Ia periksa semua saku di pakaiannya, tapi tetap tak ada. Dengan malu, ia pun berkata, “Maaf, Mbak. Uang saya hilang. Saya tidak jadi beli.”
“Oh, ya sudah, nggak pa-pa,” sahut Mbak kasirnya ramah.
Erwin mengira dompetnya jatuh. Ia pun memeriksa lantai di pameran buku tersebut sambil membungkuk-bungkuk, mencari dompetnya. Namun, dari sisi lain rak buku yang sepi, ia mendengar 2 orang pria tengah bercakap-cakap mencurigakan.
“Benda itu sudah kutanam. Misiku selesai,” kata salah seorang pria bersuara berat.
“Apa betul? Di mana?” pria yang satunya bertanya dengan suara sedikit cempreng mirip Suneo.
“Di Indoresto,” jawab pria bersuara berat.
Sepertinya kedua pria itu tak tahu keberadaan Erwin karena ia masih membungkuk. Tubuh Erwin terhalang pandang oleh sebuah rak buku. Penasaran, ia mengintip lewat sela-sela barisan buku yang kosong, menguping.
Erwin melihat pria bersuara berat memiliki tubuh atletis dengan kulit kelam dan rambut panjang. Jika menyanyi lagu “Astuti”, pria itu pasti dikira Agung Hercules. Sedangkan pria bersuara cempreng memiliki tubuh gemuk dan sedikit pendek. Pria itu juga memakai kacamata hitam. Namun, semakin lama, Erwin semakin curiga dengan yang mereka bicarakan.
“Waktu kita tinggal berapa menit, Boy?” tanya pria gemuk.
“Sekitar 15 menit, Bos. Lebih baik kita segera keluar dari sini atau kita akan ikut hancur.”
“Santai, Boy. Sebentar lagi, aku akan menjadi yang terkaya! Buahahaha…!”
“Aku tak peduli. Berikan upahku.”
Pria gemuk itu memberi sebuah koper kepada pria atletis. Kemudian mereka berdua pergi. Erwin yang capai membungkuk pun berceletuk sambil berdiri memegangi pinggangnya. “Aduh, lama-lama capai juga…”
Namun, celetukan itu terdengar oleh kedua pria yang belum jauh pergi.
“Bos, ada anak kecil yang menguping kita dari tadi,” kata pria atletis yang dipanggil Boy.
“Tangkap dia!” perintah pria gemuk itu berang.
Melihat itu, Erwin pun kabur berlari, takut si Boy berhasil menangkapnya.
Berlanjut ke Bagian 2...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar