S
|
ETELAH mengenal Raita, Erwin terkadang merasa iri. Ia iri
kepada Raita yang memiliki cita-cita yang jelas dan semangat berapi-api untuk
meraihnya. Erwin jadi ingin merancang cita-citanya kelak. Kata Kak Ersa,
cita-cita yang paling baik itu yang berdasarkan hobi atau kesukaan. Namun, hobi
Erwin adalah membaca, lantas apa cita-citanya? Pembaca?
Ngomong-ngomong soal membaca, di salah satu
mal di kota itu sedang diadakan pameran buku murah. Mengetahui acara tahunan
ini diadakan, Erwin siap-siap hunting buku siang ini, bersama The Rangers,
tentunya. The Rangers sudah biasa pergi ke mal itu setiap ada pameran dan
semacamnya.
Sepulang sekolah, The Rangers
pergi ke mal itu. Erwin berboncengan dengan Surdi dan Tommy berboncengan dengan
Tofan. Udara panas dan polusi kendaraan menemani mereka dalam perjalanan.
Untunglah, udara panas dan polusi terganti ketika mereka masuk ke dalam mal.
Melihat pameran buku dalam mal,
Erwin langsung asyik sendiri mencari-cari buku dan seakan lupa daratan. Teman-temannya
sudah biasa dengan keadaan ini.
Krucuk, krucuk… Terdengar suara
perut Tommy yang kelaparan. “Temen-temen, makan dulu, yuk,” ajak Tommy.
“Iya nih, I juga lagi hungry,”
sahut Surdi.
Tofan melihat Erwin masih asyik
hunting buku. Ia pun berkata padanya, “Gan, masih sibuk nyari buku? Kita mau
makan, nih. Apa kita makan duluan, nanti lo nyusul?”
“Iya, terserah. Begitu juga tidak
apa-apa,” jawab Erwin.
Mereka bertiga pergi ke restoran
cepat saji di mal itu. Namanya Indoresto. Tempat itu adalah favorit mereka di
mal karena menyajikan kuliner Indonesia yang tak kalah dengan kuliner
mancanegara.
Erwin memandangi mereka bertiga
yang tengah berbisik-bisik mencurigakan. Namun, Erwin tak berpikir aneh-aneh
dan kembali hunting buku.
Erwin memilih beberapa komik Jepang
dan novel Sherlock Holmes. Selain cerita-cerita lucu atau petualangan, Erwin
juga suka cerita detektif semacam Sherlock Holmes. Setelah mendapat yang
diinginkan, Erwin pun menuju meja kasir untuk membayar.
“Semuanya enam puluh ribu,” kata
kasirnya.
Erwin memeriksa sakunya, namun
dompetnya tiba-tiba saja hilang. Ia yakin terakhir kali menaruh dompetnya dalam
saku celana. Ia periksa semua saku di pakaiannya, tapi tetap tak ada. Dengan
malu, ia pun berkata, “Maaf, Mbak. Uang saya hilang. Saya tidak jadi beli.”
“Oh, ya sudah, nggak pa-pa,” sahut
Mbak kasirnya ramah.
Erwin mengira dompetnya jatuh. Ia
pun memeriksa lantai di pameran buku tersebut sambil membungkuk-bungkuk,
mencari dompetnya. Namun, dari sisi lain rak buku yang sepi, ia mendengar 2
orang pria tengah bercakap-cakap mencurigakan.
“Benda itu sudah kutanam. Misiku
selesai,” kata salah seorang pria bersuara berat.
“Apa betul? Di mana?” pria yang
satunya bertanya dengan suara sedikit cempreng mirip Suneo.
“Di Indoresto,” jawab pria
bersuara berat.
Sepertinya kedua pria itu tak tahu
keberadaan Erwin karena ia masih membungkuk. Tubuh Erwin terhalang pandang oleh
sebuah rak buku. Penasaran, ia mengintip lewat sela-sela barisan buku yang
kosong, menguping.
Erwin melihat pria bersuara berat
memiliki tubuh atletis dengan kulit kelam dan rambut panjang. Jika menyanyi
lagu “Astuti”, pria itu pasti dikira Agung Hercules. Sedangkan pria bersuara
cempreng memiliki tubuh gemuk dan sedikit pendek. Pria itu juga memakai
kacamata hitam. Namun, semakin lama, Erwin semakin curiga dengan yang mereka
bicarakan.
“Waktu kita tinggal berapa menit,
Boy?” tanya pria gemuk.
“Sekitar 15 menit, Bos. Lebih baik
kita segera keluar dari sini atau kita akan ikut hancur.”
“Santai, Boy. Sebentar lagi, aku
akan menjadi yang terkaya! Buahahaha…!”
“Aku tak peduli. Berikan upahku.”
Pria gemuk itu memberi sebuah
koper kepada pria atletis. Kemudian mereka berdua pergi. Erwin yang capai
membungkuk pun berceletuk sambil berdiri memegangi pinggangnya. “Aduh,
lama-lama capai juga…”
Namun, celetukan itu terdengar
oleh kedua pria yang belum jauh pergi.
“Bos, ada anak kecil yang
menguping kita dari tadi,” kata pria atletis yang dipanggil Boy.
“Tangkap dia!” perintah pria gemuk
itu berang.
Melihat itu, Erwin pun kabur
berlari, takut si Boy berhasil menangkapnya.
Berlanjut ke Bagian 2...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar