“Gimana nih, Sur? Mega nggak ada
di sini,” kata Tommy.
“I don’t know. Di luar, maybe?”
sahut Surdi yang berkeringat banyak saking takutnya.
“Lo kok keringetan sih, Sur? Kalo
takut, lo jaga di luar aja. Biar gue yang nyari Mega,” ujar Tommy sambil
nyengir.
“I nggak takut. I cuma… capek.”
Surdi beralasan sambil berakting capek. Ia lalu mengalihkan pembicaraan. “Eh Tom,
maybe Mega ada di bagian belakang restaurant,”
“Mungkin juga, sih. Misi kita buat
meriksa bagian depan udah selesai. Kita cuma bisa nunggu panggilan dari Tofan,”
sahut Tommy.
“Yeah, boring,” gumam Surdi.
“Oh iya, Sur. Gue bawa bolanya
Erwin, lho. Sebenernya mau gue kembaliin hari ini, tapi berhubung ada misi
kayak gini ya ditunda dulu. Tapi, kalo begini, kita kan bisa main bola biar
nggak bosen,” ujar Tommy sambil mengeluarkan bola sepak dari tasnya. Ia lalu
berdiri sambil membawa bola itu. “Lo berani ngelawan gue apa nggak, Sur?”
tantang Tommy.
“Surdi is always ready,” sahut
Surdi sok-sokan.
Mereka berdua pun bermain bola di
dalam restoran. Melihat itu, beberapa pelanggan mengeluarkan ocehannya, seperti
“Ini bukan lapangan sepakbola!” atau “Hei, anak kecil! Main bolanya di luar
dong!”. Namun mereka berdua tak menggubrisnya. Lama-lama para pelanggan yang
kesal malah makan di luar, sedangkan Tommy dan Surdi bermain di dalam.
Saat bermain, Tommy tampak lebih
unggul dari Surdi karena Surdi takut jika dihadang pelayan berkostum hantu.
Banyak pelayan berlalu lalang di sana.
“Hei, Sur, gimana sih? Masa nggak
bisa ngerebut bola dari gue?” ledek Tommy.
“Awas you, Tom. I will keluarin my
special technique,” sahut Surdi.
Surdi makin bersemangat dan
akhirnya dapat merebut bola Tommy dengan jurus Sledding Tackle mirip di film kartun
Tsubasa. “Amazing Sledding Tackle!” seru Surdi sambil melancarkan jurusnya.
Bola itu pun lepas dari kendali
Tommy. Sementara Surdi tersenyum gembira, bola itu terlempar mengenai kepala
seorang pelayan berkostum perawat yang sedang ngesot.
Senyum Surdi kontan luntur.
“Abis lo, Sur! Lo bakal dihantui
suster ngesot tiap malem,” goda Tommy.
“Aduuh, siapa sih yang main bola
di dalam ruangan? Harus dikenai denda!” kata suster ngesot itu sambil mengelus
kepalanya.
Mendengar kata-kata si suster
ngesot, Surdi dan Tommy justru jadi gembira. “Mega!” seru mereka kompak.
“Eh, kalian!” Mega ikut terkejut.
Ia lalu tambah terkejut melihat dirinya sendiri sedang ngesot dengan kostum
perawat. “Hei, kenapa gua jadi kayak gini?”
“You habis diculik, Meg. We nemuin
petunjuk yang you tulis on the clock,” sahut Surdi.
“Diculik? Oh, iya, pemilik
restoran sinting ini, ya? Ugh, gua kesel banget sama dia. Dia harus diberi
pelajaran,” tutur Mega. “Tapi kalian hebat bisa nemuin gua. Kalian sama Erwin
juga?”
“Iya, Meg, sama Tofan juga. Kita
berempat kini adalah The Rangers,” kata Tommy.
Ponsel Surdi tiba-tiba bergetar.
Surdi pun memeriksanya.
“Hei, Tom. Ada message from
Tofan,” ujarnya. “Katanya, we harus nepuk pundak para pelayan, so, they bebas
from pengaruh hipnotis. After that, we kumpul in parking area.”
“Oke. Ayo kita lakuin!” ajak Tommy
bersemangat.
Tapi Surdi yang takut dekat-dekat
dengan para pelayan itu justru mendekati bola sepak tadi. “Itu cara biasa. An
athlete akan lakuin dengan cara athlete,” katanya sambil menggiring bola di
kakinya.
“Fireball Kick!” seru Surdi sambil
menendang bola.
***
Sementara itu, Tofan, Erwin, dan
pelayan berkostum mumi sudah menjelajahi hampir semua ruangan dan membebaskan
pelayan-pelayannya. Hanya kurang dua ruangan.
“Jangan buka pintu sebelah kiri.
Di dalamnya adalah ruangan pemilik restoran ini,” kata si mumi.
“Kalau begitu di sebelah kanan?” Tofan
membuka pintu di kanan. Mereka tidak membaca tulisan di atas pintu yang
berbunyi “Ruang Pengawasan CCTV”.
Di dalam ruangan itu, ada dua
orang sedang tidur di bangkunya. Yang satu bertubuh tinggi kurus dan yang lain
bertubuh gemuk. Di hadapan mereka ada monitor yang menunjukkan keadaan seluruh
restoran lewat CCTV.
“Ayo kita bangunkan mereka
berdua,” ajak Tofan.
“Eh, tunggu!” halang si mumi.
Namun, Tofan dan Erwin sudah terlanjur menepuk pundak dua orang itu. Dua orang
itu pun terbangun sambil mengumpat-umpat.
“Ngapain kalian di sini?!” tanya
mereka dengan marah.
“Lho, bukan hantu, ya? Maaf, kami
kira hantu,” kata Erwin seraya kabur dengan Tofan dan si mumi.
Dua orang yang tak lain adalah
para penculik itu langsung menggedor pintu ruangan bos mereka.
“Bos, ada penyusup! Mereka membawa
kabur para pelayan!” seru para penculik.
“Apa?!” Terdengar suara amarah
dari balik pintu. “Kejar! Culik mereka!” perintah bos itu.
Erwin, Tofan, dan si mumi berlari
menuju tempat parkir. Sesampainya di sana, mereka bertemu Mega, Surdi, dan
Tommy.
“Kalian pulang saja, biar aku yang
menghubungi polisi,” ujar si mumi. “Sampai nanti!” Si mumi itu kemudian pergi
dengan misterius.
Setelah itu, mereka berlima pun
segera bersepeda pulang, sementara para penculik dan bosnya kebingungan mencari
kunci mobil yang hilang dibawa Tofan.
***
Keesokan paginya, seisi kelas 7H
berkerumun menonton sesuatu di laptop Tofan. Di sana juga ada Mega, Erwin, dan
Tommy. Rupanya mereka melihat siaran berita kemarin yang direkam Tofan.
Di monitor laptop, terlihat
seorang pembawa berita melaporkan beritanya.
“Siang ini, pihak berwajib telah
menutup sebuah restoran bernama ‘Sambal Setan’ yang diketahui dimiliki oleh
seorang buronan yang kabur dari penjara. Berdasarkan laporan dari seorang saksi,
restoran tersebut menggunakan sumberdaya manusia secara paksa melalui
penculikan dan tindak hipnotis.”
Setelah itu, terlihat video
penangkapan buronan tersebut oleh para polisi. Mata kiri bos itu tampak kosong.
Para penculik dan bos itu kemudian dibawa ke dalam mobil polisi, sementara
restoran ditutup dan dibatasi oleh garis polisi.
Tommy pun mengacungkan jempolnya
pada Tofan, Erwin, dan Mega. Mereka senang, terutama Mega karena Mega kini
mendapat teman-teman baru. Tiap minggu, mereka bisa bersepeda dan menghabiskan
waktu bersama. Namun, Mega tetap sama seperti dulu, tidak berubah.
Sepertinya masih kurang satu
personil lagi, ya? Benar. Mana Surdi? Berkejaran dengan waktu, Surdi masuk
kelas dengan terburu-buru. Namun, bel telah berbunyi lebih dulu. Surdi terlambat,
meski beberapa detik saja.
Melihat teman-temannya berkerumun
menonton laptop Tofan, Surdi ikut menghampiri. “Apa I ketinggalan sesuatu?”
Mega pun dengan cekatan mengambil
buku dan pulpen. “Sur, lu telat. Lu kena denda!” kata Mega.
“What?” Surdi terperangah.
Berlanjut ke Epilog...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar