R
|
AITA sedang menonton televisi malam itu. Ia duduk di sofa dan
dengan penuh konsentrasi melihat film kartun serial. Baginya, itu penting
sebagai sumber inspirasi tulisan-tulisannya. Namun, sedang asyik-asyiknya
menonton, televisi itu tiba-tiba mati. Raita menoleh dan melihat ayahnya
membawa remote.
“Kok
dimatiin? Besok nggak ada pe-er, Yah,” kata Raita.
“Besok
sekolahmu ngadain seleksi olimpiade, kan?” sahut sosok berkumis tipis. “Ayo, belajar.
Kamu harus lolos seleksi, Raita. Biar kamu bisa jadi dokter, nerusin kerjaan Ayah.”
“Tapi,
Yah, aku ingin jadi…” Raita tak sanggup melanjutkan kata-katanya.
“Jadi
penulis? Ayah udah bosan ndengernya,” sahut ayahnya lagi. “Kamu itu dibilangin selalu
membantah. Kalau kamu anak Ayah, harusnya kamu nurutin apa kata Ayah.”
Raita
hanya menunduk dan mendengarkan perkataan ayahnya.
“Raita,
kamu itu anak Ayah satu-satunya. Ayah pingin kamu berprestasi di sekolah. Semua
orang bisa menulis, tapi nggak semua bisa ikut olimpiade,” ceramah Ayah Raita. “Kamu
anak yang pinter, Raita. Manfaatin kepintaranmu dengan baik.”
“Yah,
cita-cita itu nggak bisa dipaksa,” Raita membantah dengan halus.
“Cita-cita
itu hanya angan-angan kosong! Pokoknya, kamu harus lolos seleksi itu,” Ayah
Raita sedikit membentak, lalu pergi.
Raita
pun masuk ke kamar. Ia melamun. Ayah Raita dekat dengan beberapa guru di
sekolah sehingga ia selalu tahu kegiatan sekolah Raita. Raita hanya tak paham.
Ia harus belajar dalam keterpaksaan dan cita-citanya terhalang oleh sang ayah.
Andaikan ia bisa memberitahu ayahnya…
Raita
labil. Di samping siklus bulanan yang melabilkan emosinya, ia juga harus
dihadapkan dengan hal ini. Ia tak berani membangkang ayahnya. Baginya, itu
hanya menambah masalah. Jika ayahnya sudah bilang “pokoknya”, berarti Raita
harus menuruti. Namun, Raita pesimis bisa lolos. Ia sudah mencoba belajar tapi
hanya sebagian yang masuk ke otak.
Di
tengah kelabilannya itu, Raita menemukan sebuah celah. “Khukhukhu…” tawanya.
Di
lain tempat, terlihat Erwin sedang belajar Biologi. Hal itu ia lakukan untuk
seleksi olimpiade besok. Erwin memang bercita-cita memenangkan olimpiade. Meski
dia ingin jadi detektif, ia pikir ilmu Biologi tetap ada gunanya kelak.
Belum
sampai belajar 1 bab, ponsel Erwin bergetar. Ada SMS dari Raita. “Raita? Tidak
seperti biasanya,” gumam Erwin.
Raita : Win, lagi apa?
Erwin : Belajar.
Raita : Oh, sori ganggu. Mau minta
komentar aja soal cerita gue. Mau denger?
Erwin : Maaf, aku hendak belajar.
Raita : Nggak pa-pa. Sebentar aja,
ya. Ceritanya bagus, lho. Cerita serial. Judulnya “Cita-cita”.
Erwin : Maaf, ya. Ceritamu bisa
kudengar lain kali, tapi seleksi olimpiade hanya ada besok.
Erwin
kemudian melanjutkan belajarnya. Sedangkan, Raita di kamarnya tengah kesal. Ia
gagal mengganggu saingan beratnya.
“Huh,
gagal,” gumamnya. “Gue masuk ke rencana B.”
***
Keesokan
harinya sepulang sekolah, Erwin pergi ke salah satu kelas untuk mengikuti
seleksi olimpiade. Namun, di tengah jalan, seorang siswa yang tak ia kenal
menghadang.
“Eh,
lo Erwin, ya?” tanyanya. “Tadi gue dibilangin, katanya seleksi olimpiade
Biologi diundur besok.”
“Diundur?
Sungguh?” Erwin bertanya balik.
“Iya,
gue disuruh ngomongin ke lo.”
Diomongi
seperti itu, Erwin berbalik arah. Ia berpikir, anak tadi tak mungkin berbohong.
Kemudian karena lapar ia membeli jajanan di koperasi siswa.
Di
koperasi itu ia bertemu dengan Bu Astuti, guru Biologinya. Saat tengah membeli
jajan, guru itu berkata pada Erwin. “Cepetan beli jajannya. Seleksi mau mulai.”
“Lho,
katanya diundur, Bu?” sahut Erwin.
“Kata
siapa?” Ayo, cepetan ke kelas,” perintah Bu Astuti.
Erwin
pun menurut dan pergi ke kelas. “Jadi, tadi aku dibohongi? Untung saja aku
bertemu Bu Astuti,” gumamnya.
Di
kelas itu, Erwin melihat anak-anak sudah siap mengikuti seleksi. Erwin pun
mengambil tempat duduk yang kosong, lalu menyiapkan alat tulis.
Dari
bangku seberang, Raita memandang Erwin. Huh, rencana B gagal, batin Raita.
Tapi, aku tetap punya rencana yang lain. Khukhukhu…
Anak-anak
mengerjakan dengan serius. Raita pun begitu. Tapi bedanya, Raita serius mencari
jawaban di buku rangkuman. Ia sudah mempersiapkan itu di laci mejanya.
Pengawasan Bu Astuti memang tak terlalu ketat sehingga Raita dapat melakukannya
dengan lancar.
Hari
demi hari berlalu dan tibalah pengumuman hasil seleksi olimpiade. Pengumuman
itu diberitahukan melalui speaker sekolah. “… Olimpiade Biologi yang mengikuti
adalah: Shara Aditya, Rian Wibowo, dan… Raita Febiola.”
“Raita?”
gumam Erwin. “Yaah, aku tidak lolos.”
Berlanjut ke Bagian 2...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar