“Pembully
harus mati?” gumamnya bertanya-tanya.
Bagas
kontan teringat cerita Indra mengenai siswa yang pernah bunuh diri karena
selalu dibully. “Hiii…” Ia pun ketakutan dan berlari keluar kamar.
Di
lain tempat, Ardhi sedang bersiap menghampiri Bagas untuk latihan ngeband. Ia
sudah memakai helm pembalap kebanggaannya dan menunggangi sepeda motor
kerennya. Tapi sewaktu ia sudah mau tancap gas, helmnya direbut dari belakang
hingga lepas. Saat Ardhi refleks menoleh, ia melihat sosok kecil berwarna putih
yang hanya memakai kolor membawa pergi helmnya.
“Ha?
Ada tuyul sore-sore begini?” gumam Ardhi.
Ardhi
pun mengejar tuyul itu dengan sepeda motornya, sampai-sampai masuk gang-gang
kecil yang sulit dilewati. Namun lama-lama Ardhi kehilangan jejaknya. Awalnya
ia tak menyerah untuk mencari helm kebangaannya, tapi karena ia hampir
terlambat ngeband, ia memutuskan kembali ke rumah untuk memakai helm yang lain.
Setelah
ia hendak mengambil helm ayahnya, tiba-tiba saja ia melihat helmnya ada di
dekat pohon mangga depan rumah. Ia pun mengambil helm itu. Tapi sewaktu ia
melihat ke atas iseng mencari mangga yang matang, ia malah mendapati hantu
bertopeng tengkorak tengah melayang-layang dan tertawa dengan jahat.
“Waa!”
Ardhi cepat-cepat memakai helm itu dan tancap gas menghampiri Bagas.
Sesampainya
di rumah Bagas, Bagas langsung keluar rumah dan menghampiri motor Ardhi. Tapi
ia melihat kejanggalan di helm Ardhi.
“Dhi,
helm lo kenapa?” tanya Bagas.
“Ada
apa?” Ardhi melepas helmnya.
“Ada
tulisan warna merah darah!”
“Pembully
harus mati?” mereka mengeja tulisan itu.
Bagas
teringat kejadian tadi sore dan menceritakan itu pada Ardhi. “… Kayaknya kita
harus segera pergi dari sini deh, atau hantu itu bakal ngelakuin hal yang lebih
buruk.”
“Lo
percaya gituan?” ejek Ardhi. “Bisa aja tadi orang iseng. Mana ada hantu muncul
sore-sore gini?”
“Hihihihi….”
Suara tawa yang seram memecah keheningan.
Bagas
dan Ardhi menoleh ke atas dan melihat sosok kuntilanak tengah duduk di dahan
pohon besar.
“Waaa!”
Mereka ketakutan dan segera cabut menuju studio band.
Sesampainya
di studio band, mereka melihat Surdi tengah duduk-duduk sendirian.
“Tofan
mana?” tanya Bagas.
“I
don’t know, telat maybe,” sahut Surdi. “We tunggu aja dulu.”
“Ah,
buat apa ditunggu? Kita ngeband dulu, nanti dia juga bakal nyari kita,” ujar
Ardhi.
Ardhi
pun masuk ke ruang studio, diikuti oleh Bagas dan Surdi. Namun ketika Ardhi
mencoba menyalakan lampu di ruang tertutup itu, lampu tidak juga menyala. Malah
muncul tulisan terang berwarna merah di dinding. “PEMBULLY HARUS MATI!” begitu
bunyinya. Dan dari ujung ruangan, muncul sosok bermata terang. Sosok itu
perlahan mendekati mereka bertiga.
“Waaa!”
Bagas dan Ardhi lari tunggang langgang, cepat-cepat kembali ke rumah. Namun
Surdi kembali pingsan di tempat.
“Sur!
Surdi!” Sosok itu mencoba membangunkan Surdi. “Gue bukan…”
Belum
selesai sosok itu berbicara, Surdi sudah sadar dan kontan keluar ruangan itu. “Waaa,
ghost!” teriaknya sambil berlari.
Surdi
berlari hendak pulang dengan motornya, tapi ia kembali terkejut. Di hadapannya
ada tuyul, kuntilanak, dan 2 hantu bertopeng tengkorak yang berboncengan naik
sepasang motor. Ia hendak pingsan, tapi tuyul itu dengan cekatan menghampiri
Surdi.
“Sur,
gue Tommy,” katanya.
“Hah?”
Surdi melongo tak jadi pingsan.
Sosok
bertopeng tengkorak tadi keluar dari ruang studio, lalu melepas topengnya.
Ternyata sosok itu Tofan. Dua sosok hantu bertopeng tengkorak yang lain juga
ikut melepas topengnya. Mereka adalah Erwin dan Indra.
“So,
who is the kuntilanak?” tanya Surdi masih takut-takut.
“Gue
Kuntiii…” jawab kuntilanak itu.
“Oh,
pantes,” sahut Surdi. “And bagaimana ceritanya you semua jadi ghost-ghost-an?”
“Yang
pertama jadi hantu itu gue. Gue pingin Bagas sama Ardhi kapok ngerjain gue sama
murid-murid lain,” sahut Indra.
“Oh,
berarti penampakan di toilet for girls, parking place, and ruang ganti itu you
semua?” tanya Surdi lagi.
“Iya,
gue mau nyebar gosip dan cerita hoax dulu supaya mereka percaya dan ketakutan,”
ujar Indra. “Waktu di ruang ganti, gue nyeritain itu ke Tofan dan bikin
rencana. Kita semua pun ngerjain mereka tadi. Tapi maaf, ya, Sur, gue nggak
cerita sama lo waktu itu, soalnya lo pingsan segala, sih.”
“Hehe…
it’s alright. Yang penting Bagas and Ardhi pasti nggak bakal ganggu you lagi.”
“Eh
iya, Ndra, waktu di toilet cewek lo sempet ngintip, nggak?” tanya Tommy iseng.
“Mm…
rahasia dong.”
“Hah?”
Teman-teman Indra saling berpandangan.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar