Sabtu, 08 Februari 2014

Topeng Tengkorak Bagian 2

“Eh, eh, gue mau pakai celana gue dulu…!” kata Tofan panik.
Bagas dan Ardhi lari menuju kelas. Ia berkata pada teman-temannya dengan panik.
“Temen-temen! Gawat, itu… Surdi…, sama Tofan… ditangkep To…” sahut Bagas dan Ardhi terbata-bata.
“To…? Tokek?” terka teman-temannya.
“Bukan…” sahut Bagas.
“Oh, gue tahu. Tomcat?” terka salah satu dari mereka.
“Bukan, Bego!” maki Ardhi. “Surdi sama Tofan ditangkep Topeng Tengkorak!”
“Ah, ini pasti akal-akalan lo kan, biar kita ketipu lagi?” sahut salah satu dari mereka.
“Enggak. Kita serius. Kalo nggak percaya, ayo pergi ke ruang ganti cowok.”
“Gue kan cewek,” ujar salah satu dari mereka sok imut.
Tiba-tiba Indra masuk ke kelas membawa jajanan. Begitu melihat teman-temannya berkerumun, Indra menghampiri.
“Ada apa lagi ini?” tanyanya.
“Gawat, Culun!” Bagas mengguncang pundak Indra. “Surdi sama Tofan ditangkep hantu bertopeng tengkorak di ruang ganti!”
“Hah? Jadi itu bukan ulah kalian?” tanya Indra terkejut.
“Bukan kita. Serius,” Bagas mengacungkan dua jarinya ke atas.
Indra diam sebentar, kelihatan bengong. “Sebenarnya…” Indra berkata serius sambil membenarkan letak kacamatanya. “Sebenarnya gue pernah denger cerita dari ibu kantin.”
“Cerita apa?” tanya Ardhi.
“Katanya…,” Indra mulai bercerita. “Dulu pernah ada anak yang sukanya dibully sama anak-anak sok jagoan di SMA ini. Anak itu tinggal di rumah hanya bersama neneknya. Ibunya telah meninggal dan ayahnya suka bepergian untuk bekerja. Suatu hari, anak-anak sok jagoan itu mengunci anak tersebut di dalam ruang ganti. Dan parahnya, penjaga sekolah pun tak tahu kalau masih ada anak di dalamnya. Penjaga sekolah menguncinya dan anak itu tak bisa keluar. Sampai keesokan paginya, penjaga sekolah menemukannya dan ia keluar menjadi gila. Beberapa hari kemudian…,” Indra menelan ludah. “Ia gantung diri di parkiran sekolah karena tak tahan menjalani hidupnya yang sepi dan penuh siksaan.”
“Wah, mengerikan…”
“Apa hantu bertopeng tengkorak itu arwahnya?”
“Tapi mengapa baru sekarang ia muncul?”
Beberapa pertanyaan dari teman-temannya muncul bertubi-tubi.
“Terus apa lagi yang lo tahu?” tanya Ardhi.
“Katanya, ia akan membalaskan dendamnya. Ia akan menghantui anak-anak yang suka membully anak lain,” sahut Indra.
“Hiii….” Bagas bergidik.
Tak lama, Tofan masuk ke kelas bersama Surdi yang sempoyongan sambil memegangi kepalanya. Teman-teman sekelasnya menghampiri dan bertanya bagai kerumunan wartawan yang menyerbu artis.
“Lo kok lama? Habis diapain sama hantu itu?” tanya mereka.
“The ghost punya magic yang bikin I pingsan,” sahut Surdi.
“Bukannya lo yang ketakutan sampai pingsan?” tanya Ardhi.
“Hehe…” Surdi hanya nyengir.
“Gue lihat sosok topeng tengkorak itu. Tapi nggak tahu, habis itu dia ngilang,” ujar Tofan.
***
Sorenya, Tofan hendak pergi untuk ngeband dengan Surdi. Rencananya, mereka hendak ngeband di studio dekat rumah Kunti pukul 4 sore. Namun anehnya, sekarang masih jam 3 sore dan Tofan pergi bersama Erwin dan Tommy.
Band Tofan bernama Bats. Nama band itu berasal dari singkatan nama-nama personilnya, yaitu Bagas sebagai basis, Ardhi sebagai vokalis, Tofan sebagai drummer, dan Surdi sebagai gitaris. Walau Bagas dan Ardhi itu suka jahil dan iseng, namun mereka memiliki jiwa musik yang tinggi. Tanpa mereka, band Bats mungkin tak sebaik sekarang.
Soal nama band, sebenarnya Surdi pernah mengusulkan nama “Sabt” (baca: sabet), tapi langsung ditolak mentah-mentah oleh yang lain. Lagipula, nama “Bats” memiliki filosofi tersendiri. Bats yang berarti kelelawar melambangkan keunikan, kebebasan, dan jiwa musik yang tinggi.
Tofan, Erwin, dan Tommy mampir sebentar di rumah Kunti. Di sana sudah ada sebuah skutermatik. Dan ketika mereka mengetuk pintu ruang tamu yang terbuka, sudah ada Kunti dan sesosok makhluk dengan mata yang bercahaya.
***
Pukul setengah 4. Bagas masih tidur terlelap di kamarnya. Dasar pemalas! Namun, tidurnya terganggu oleh bunyi ketukan di jendela kamarnya. Tuk, tuk, tuk! Bagas setengah sadar menegakkan kepalanya dan memandang ke arah jendela. Ia melihat sosok memakai jubah dan pakaian hitam dengan topeng tengkorak. Begitu sadar, ia langsung terkejut sampai-sampai terjatuh dari ranjangnya.
Bagas kemudian terbangun sambil mengelus punggungnya yang sakit setelah jatuh. Ia melihat kembali ke arah jendela, namun sosok topeng tengkorak itu menghilang. Bagas sebenarnya tak berani mendekat, tapi ia melihat tulisan di jendelanya berwarna merah darah. Ia mendekati jendela dan membaca tulisan itu.
“Pembully harus mati?” gumamnya bertanya-tanya.
Berlanjut ke Bagian 3...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar