Jumat, 08 November 2013

How to Have A Girlfriend Bagian 2

“Okay. Karena tak ada pilihan lain, silakan Tommy maju untuk melakukan presentasi,” kata Pak Ferry.
Tommy maju dengan songong. Ia membawa CD berisi presentasinya. Kemudian ia memasukkan CD tersebut ke dalam laptop Pak Ferry. Ia pun membuka presentasinya dengan layar LCD di depan kelas.
“Good morning, class! Without any ‘basa-basi’, I will present my procedure text,” kata Tommy. “How to have a girlfriend!” lanjut Tommy menunjuk layar LCD. Di layar tersebut ada tulisan dan gambar 2 orang berpacaran.
Melihat itu, teman-teman sekelasnya tertawa, sedangkan Pak Ferry hanya senyum-senyum. Tommy pun mulai menjelaskan presentasinya dengan pede.
“The ingredient is only one, ‘yaitu’ love feeling to a girl. The steps are:
·        First, you must ‘kenalan’ with her.
·        Then, you must have her phone number and you must add her social network accounts.
·        Stalk her and find what she likes and dislikes.
·        Be care to her and build a relationship.
·        Say your feeling to her.
·        You may also give her a gift and see what will she react.”
Kemudian, Tommy justru berjalan menuju bangkunya. Teman-teman dan Pak Ferry heran karena Tommy tidak melanjutkan presentasi maupun menutupnya. Tommy tetap pede dan mengambil hadiah berbentuk hati di tasnya. Ia lalu kembali berbicara.
“I will give you a real example. This isn’t a joke, I really do it from my heart,” lanjut Tommy dengan pede. Ia menghampiri bangku Ai, lalu berkata lagi sambil memberikan hadiahnya. “Ai-chan, I love you. Will you be my girlfriend?”
Ai terkejut, ia tak menyangka sama sekali. Ia tak bisa berkata apa-apa. Meski ini hal termanis yang pernah ia alami, namun ia masih ragu karena dari gosip yang beredar, Tommy suka menggoda cewek lain.
Seisi kelas menatap Ai, menunggu jawaban Ai. Beruntung, bel istirahat berdering.
“Okay, class. It’s the breaktime. Good morning!” Pak Ferry bersiap keluar dari kelas. “And for Tommy, I like your style.”
Meski bel istirahat telah berbunyi, separuh isi kelas masih berada di tempatnya, masih menunggu jawaban Ai. Mulut Ai pun mulai terbuka. “Sa… saya… saya belum bisa ngasih tahu jawabannya,” sahut Ai.
“Kenapa?” tanya Tommy.
“Saya perlu waktu,” jawab Ai lagi.
“Oh, ya udah. Nggak pa-pa kok,” sahut Tommy mencoba berlapang dada.
***
Rumah Ai di kota itu ternyata dekat dengan rumah Kunti, sehingga malam itu, Kunti pergi ke sana dengan maksud mengerjakan PR bersama. Namun sesampainya di sana, mereka justru ngerumpi sampai larut. Kunti pun sekalian menginap di rumah Ai malam itu.
“Kunti, kamu dekat sama Tommy dan teman-temannya kan?” tanya Ai.
“Maksud lo The Rangers? Yaa, lumayan deket, sih,” sahut Kunti.
“Melihat kejadian Tommy tadi, apa yang akan kamu lakuin kalau kamu jadi saya?” tanya Ai lagi.
“Yang gue tahu sih, Tommy itu suka nggoda cewek-cewek di bus. Kenal Raita? Dia bahkan sempat jadi korbannya. Kalo gue jadi lo, gue akan nolak dia,” jawab Kunti.
Ai diam dan kepalanya sedikit menunduk. Melihat itu, Kunti heran, tapi ia mulai paham. “Lo kenapa? Jangan bilang lo suka sama Tommy.”
“Mm… Saya nggak tahu. Tapi saya suka melihat sifat dan tingkahnya yang unik. Kadang-kadang saya merasa senang ada di dekatnya. Mungkin dia bisa menghibur saya yang sering kesepian.”
“Tapi kalo dia nggak setia sama lo?” tanya Kunti lagi.
“Mungkin kita perlu menguji kesetiaannya. Saya punya rencana, tapi saya butuh seseorang…”
Keesokan paginya, sebuah mobil berhenti beberapa meter di dekat rumah Tommy. Kunti yang mengenakan seragam SMA turun dari mobil itu. Kemudian, mobil itu pergi kembali.
Kunti berdiri di sana, menunggu Tommy keluar untuk mencegat bus. Rumah Tommy memang berada di pinggir jalan raya sehingga mudah untuk mendapat bus. Namun ditunggu sepuluh menit, Tommy tak kunjung keluar dari rumahnya. Jika Ai tidak mengiming-imingi majalah boyband, Kunti tak akan mau membantunya. Masalahnya semalam, Ai berjanji akan memberikan majalah itu jika Kunti mengawasi Tommy seharian.
Tak lama, Tommy keluar dari rumahnya. Bersamaan dengan itu, sebuah bus datang dan Kunti segera masuk sebelum Tommy mengetahuinya.
Kunti pun duduk di salah satu bangku kosong. Dan secara kebetulan, Tommy duduk di sebelahnya. Namun Tommy tidak terlihat seperti biasanya. Ia terlihat melamun saja dan tidak bersemangat, bahkan ia juga tak menyapa Kunti.
Berhati-hati, Kunti mencoba menyapa Tommy. “Hai, Tom!”
“Hai juga,” jawab Tommy datar.
“Lo kok kayaknya nggak semangat gitu, sih?” tanya Kunti heran.
“Gue nggak mood,” jawab Tommy lagi.
“Kenapa?” tanya Kunti lagi, kepo.
“Bukan urusan lo.”
“Semangat dong. Tuh, banyak cewek-cewek SMA. Nggak lo godain?”
“Nggak ada yang cakep,” jawab Tommy masih datar.
Mendengar itu, Kunti sedikit tersindir. Ia sudah berusaha tampil cantik dengan memakai krim pemutih kulit dan mencoba macam-macam diet namun masih diomongi begitu. Kemudian, ia melihat sosok berpakaian merah dengan rambut kecokelatan yang bergelombang. Sosok itu sedang berdiri dalam bus karena tak mendapat tempat duduk.
“Tom, Tom,” panggil Kunti. “Itu, ada cewek cakep yang pakai baju merah. Nggak lo godain? Mumpung ketemu.”
“Dia waria,” sahut Tommy. Bersamaan dengan itu, sosok berpakaian merah itu membalikkan badan dan terlihatlah wajahnya yang jantan.
“Hii!” Kunti geli sekaligus takut.

Berlanjut ke Bagian 3…

2 komentar:

  1. ko kayaknya yang d critain tommy mulu ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya nih, kurang inspirasi mungkin, hehe... tapi habis ini ceritanya ga tommy mulu

      Hapus