“Okay. Karena tak ada pilihan
lain, silakan Tommy maju untuk melakukan presentasi,” kata Pak Ferry.
Tommy maju dengan songong. Ia
membawa CD berisi presentasinya. Kemudian ia memasukkan CD tersebut ke dalam
laptop Pak Ferry. Ia pun membuka presentasinya dengan layar LCD di depan kelas.
“Good morning, class! Without any
‘basa-basi’, I will present my procedure text,” kata Tommy. “How to have a
girlfriend!” lanjut Tommy menunjuk layar LCD. Di layar tersebut ada tulisan dan
gambar 2 orang berpacaran.
Melihat itu, teman-teman
sekelasnya tertawa, sedangkan Pak Ferry hanya senyum-senyum. Tommy pun mulai
menjelaskan presentasinya dengan pede.
“The ingredient is only one,
‘yaitu’ love feeling to a girl. The steps are:
·
First, you must
‘kenalan’ with her.
·
Then, you must
have her phone number and you must add her social network accounts.
·
Stalk her and
find what she likes and dislikes.
·
Be care to her
and build a relationship.
·
Say your
feeling to her.
·
You may also
give her a gift and see what will she react.”
Kemudian, Tommy justru berjalan
menuju bangkunya. Teman-teman dan Pak Ferry heran karena Tommy tidak
melanjutkan presentasi maupun menutupnya. Tommy tetap pede dan mengambil hadiah
berbentuk hati di tasnya. Ia lalu kembali berbicara.
“I will give you a real example.
This isn’t a joke, I really do it from my heart,” lanjut Tommy dengan pede. Ia
menghampiri bangku Ai, lalu berkata lagi sambil memberikan hadiahnya. “Ai-chan,
I love you. Will you be my girlfriend?”
Ai terkejut, ia tak menyangka sama
sekali. Ia tak bisa berkata apa-apa. Meski ini hal termanis yang pernah ia
alami, namun ia masih ragu karena dari gosip yang beredar, Tommy suka menggoda
cewek lain.
Seisi kelas menatap Ai, menunggu
jawaban Ai. Beruntung, bel istirahat berdering.
“Okay, class. It’s the breaktime.
Good morning!” Pak Ferry bersiap keluar dari kelas. “And for Tommy, I like your
style.”
Meski bel istirahat telah
berbunyi, separuh isi kelas masih berada di tempatnya, masih menunggu jawaban
Ai. Mulut Ai pun mulai terbuka. “Sa… saya… saya belum bisa ngasih tahu
jawabannya,” sahut Ai.
“Kenapa?” tanya Tommy.
“Saya perlu waktu,” jawab Ai lagi.
“Oh, ya udah. Nggak pa-pa kok,”
sahut Tommy mencoba berlapang dada.
***
Rumah Ai di kota itu ternyata
dekat dengan rumah Kunti, sehingga malam itu, Kunti pergi ke sana dengan maksud
mengerjakan PR bersama. Namun sesampainya di sana, mereka justru ngerumpi
sampai larut. Kunti pun sekalian menginap di rumah Ai malam itu.
“Kunti, kamu dekat sama Tommy dan
teman-temannya kan?” tanya Ai.
“Maksud lo The Rangers? Yaa,
lumayan deket, sih,” sahut Kunti.
“Melihat kejadian Tommy tadi, apa
yang akan kamu lakuin kalau kamu jadi saya?” tanya Ai lagi.
“Yang gue tahu sih, Tommy itu suka
nggoda cewek-cewek di bus. Kenal Raita? Dia bahkan sempat jadi korbannya. Kalo
gue jadi lo, gue akan nolak dia,” jawab Kunti.
Ai diam dan kepalanya sedikit
menunduk. Melihat itu, Kunti heran, tapi ia mulai paham. “Lo kenapa? Jangan
bilang lo suka sama Tommy.”
“Mm… Saya nggak tahu. Tapi saya
suka melihat sifat dan tingkahnya yang unik. Kadang-kadang saya merasa senang
ada di dekatnya. Mungkin dia bisa menghibur saya yang sering kesepian.”
“Tapi kalo dia nggak setia sama
lo?” tanya Kunti lagi.
“Mungkin kita perlu menguji
kesetiaannya. Saya punya rencana, tapi saya butuh seseorang…”
Keesokan paginya, sebuah mobil
berhenti beberapa meter di dekat rumah Tommy. Kunti yang mengenakan seragam SMA
turun dari mobil itu. Kemudian, mobil itu pergi kembali.
Kunti berdiri di sana, menunggu
Tommy keluar untuk mencegat bus. Rumah Tommy memang berada di pinggir jalan
raya sehingga mudah untuk mendapat bus. Namun ditunggu sepuluh menit, Tommy tak
kunjung keluar dari rumahnya. Jika Ai tidak mengiming-imingi majalah boyband,
Kunti tak akan mau membantunya. Masalahnya semalam, Ai berjanji akan memberikan
majalah itu jika Kunti mengawasi Tommy seharian.
Tak lama, Tommy keluar dari
rumahnya. Bersamaan dengan itu, sebuah bus datang dan Kunti segera masuk
sebelum Tommy mengetahuinya.
Kunti pun duduk di salah satu
bangku kosong. Dan secara kebetulan, Tommy duduk di sebelahnya. Namun Tommy
tidak terlihat seperti biasanya. Ia terlihat melamun saja dan tidak
bersemangat, bahkan ia juga tak menyapa Kunti.
Berhati-hati, Kunti mencoba
menyapa Tommy. “Hai, Tom!”
“Hai juga,” jawab Tommy datar.
“Lo kok kayaknya nggak semangat
gitu, sih?” tanya Kunti heran.
“Gue nggak mood,” jawab Tommy
lagi.
“Kenapa?” tanya Kunti lagi, kepo.
“Bukan urusan lo.”
“Semangat dong. Tuh, banyak
cewek-cewek SMA. Nggak lo godain?”
“Nggak ada yang cakep,” jawab
Tommy masih datar.
Mendengar itu, Kunti sedikit
tersindir. Ia sudah berusaha tampil cantik dengan memakai krim pemutih kulit
dan mencoba macam-macam diet namun masih diomongi begitu. Kemudian, ia melihat
sosok berpakaian merah dengan rambut kecokelatan yang bergelombang. Sosok itu
sedang berdiri dalam bus karena tak mendapat tempat duduk.
“Tom, Tom,” panggil Kunti. “Itu,
ada cewek cakep yang pakai baju merah. Nggak lo godain? Mumpung ketemu.”
“Dia waria,” sahut Tommy.
Bersamaan dengan itu, sosok berpakaian merah itu membalikkan badan dan
terlihatlah wajahnya yang jantan.
“Hii!” Kunti geli sekaligus takut.
Berlanjut ke Bagian 3…
ko kayaknya yang d critain tommy mulu ?
BalasHapusiya nih, kurang inspirasi mungkin, hehe... tapi habis ini ceritanya ga tommy mulu
Hapus